dc.contributor.author | ARDHYA SADHONO GUNAWAN | |
dc.date.accessioned | 2014-03-21T02:48:55Z | |
dc.date.available | 2014-03-21T02:48:55Z | |
dc.date.issued | 2014-03-21 | |
dc.identifier.nim | NIM090710101074 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/56132 | |
dc.description.abstract | Kesimpulan pertama bahwa Terkait dengan penggabungan perkara ganti rugi seperti ditetapkan dalam Pasal 98 KUHAP maka korban dari perbuatan pidana dapat mengajukan penggabungan perkara ganti rugi dengan perkara pidana. Namun dalam hal pelaksanaannya korban harus meminta sendiri kepada ketua sidang untuk melakukan penggabungan perkara tersebut, Penuntut umum dalam formulasi dakwaannya tidak dapat untuk menggabungkan perkara ganti rugi dengan perkara pidana tersebut. Menurut Pasal 98 KUHAP, seseorang yang merasa dirugikan mengajukan permintaan kepada ketua sidang yang sedang memeriksa perkara pidana, untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana tersebut, maka harus diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan. Kesimpulan kedua melihat Pasal 372 KUHP serta fakta yang terungkap dalam persidangan yaitu alat bukti saksi dan barang bukti seharusnya terdakwa terbukti melanggar unsur dakwaan kedua penuntut umum yakni Pasal 372 KUHP mengenai penggelapan yaitu Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Saran pertama terkait dengan penggabungan perkara ganti rugi seperti ditetapkan dalam pasal 98 KUHAP penuntut umum sebagai seseorang yang dianggap lebih memahami terkait aturan dalam beracara pidana seharusnya memberikan rekomendasi atau memberitahukan kepada korban sebagai upaya yang dapat dilakukan oleh korban agar korban tersebut dapat menuntut apa yang menjadi haknya apabila timbul kerugian materiil akibat dari adanya perbuatan pidana. Saran kedua hakim seharusnya lebih teliti lagi dalam menjatuhkan putusan terhadap perbuatan terdakwa yakni dengan mempertimbangkan segala alat bukti yang terdapat di dalam persidangan baik itu keterangan saksi maupun alat bukti. sehingga tidak terjadi lagi kesalahan-kesalahan dalam menjatuhkan vonis pidana. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 090710101074; | |
dc.subject | PUTUSAN BEBAS, TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN | en_US |
dc.title | ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN (PUTUSAN NOMOR 143/Pid.B/2012/PN.TL) | en_US |
dc.type | Other | en_US |