KEDUDUKAN HUKUM ANAK YANG LAHIR AKIBAT DARI PERCERAIAN LI’AN DALAM HUKUM WARIS ISLAM
Abstract
Seorang anak hasil dari perzinaan dan li’an, seperti sering diketahui
bahwa posisi mereka dalam ranah hukum waris sangatlah lemah, hal ini sebagai
akibat dari sebagian masyarakat yang belum sepenuhnya mengetahui dan
menyadari akan hak dan kewajiban seorang ahli waris terutama seorang anak hasil
hubungan zina dan li’an dalam keberadaannya diantara ahli waris yang lain.
Seorang anak dari hasil hubungan zina dan li’an disini mempunyai hak waris
tersendiri yang telah diatur dalam undang-undang dan harus diakui akan haknya
sebagai pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadapnya. Berdasarkan uraian
diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas permasalahan tersebut dalam
suatu karya ilmiyah berbentuk skripsi dengan judul: “ KEDUDUKAN HUKUM
ANAK YANG LAHIR AKIBAT DARI PERCERAIAN LI’AN DALAM
HUKUM WARIS ISLAM “. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari 2
(dua) permasalahan yaitu pertama bagaimana kedudukan hukum anak akibat dari
perceraian li’an menurut Hukum Islam dan yang kedua bagaimana warisan anak
akibat dari perceraian li’an menurut Hukum Islam.
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif (legal research) dengan menggunakan dua pendekatan masalah yaitu
pendekatan undang – undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Sedangkan bahan hukum yang digunakan meliputi bahan
hukum primer yang meliputi perundang – undangan, catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang- undangan dan putusan – putusan hakim,bahan
hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi dan bahan non-hukum berupa buku – buku mengenai
Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan ataupun laporan-laporan
penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai
relevansi dengan topik penelitian.
Adapun kesimpulan dari penulis skripsi ini adalah anak yang dilahirkan
akibat dari li’an mempunyai hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya
saja. Terhadap suami ibunya maupun terhadap laki-laki yang menyebabkan
terjadinya suatu kelahiran tidak ada hubungan nasab. Secara yuridis ayahnya
tidak mempunyai kewajiban memberikan nafkah kepada anaknya dan tidak bisa
menjadi wali nikah apabila anak li’an tersebut perempuan. Sedangkan Dalam hal
hubungan kewarisan antara laki-laki dengan anak yang dili’an terputus dan untuk
selanjutnya hubungan kewarisannya hanya dengan ibunya saja. Di samping
mempunyai hubungan kewarisan dengan ibunya, anak li’an juga mempunyai
hubungan kewarisan dengan orang-orang yang bertalian keluarga dengan ibunya
yang bertalian hanya melalui garis perempuan.
xiii
Saran yang dapat saya tulis dalam skripsi ini adalah Hendaknya bagi suami
apabila ingin mengingkari anak yang dikandung oleh istrinyasebagai
keturunannya harus mengentahui cara yang benar di hadapan pengadilan agama
dan jangan asal menuduh istrinya berbuat zina karena apabila tuduhan itu tidak
benar maka si suami akan mendapatkan hukuman atas tuduhan perzinaan itu.
Serta tidak adilnya apabila hukum membebaskan laki-laki yang menyebabkan
anak tersebut lahir dari tanggung jawab seorang ayah. Bagaimanapun anak adalah
darah daging orang yang membenihkannya. Anak li’an juga berhak mendapatkan
nafkah dan pembagian sebagai harta peninggalan bapak biologisnya melalui
wasiat wajibah
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]