FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAKRU KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER
Abstract
Angka Kematian Bayi (AKB) atau disebut juga dengan Infant Mortality Rate
(IMR) adalah salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat,
baik pada tingkat provinsi maupun nasional. Salah satu penyebab tingginya angka
kematian neonatal tersebut adalah adanya bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Angka kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Cakru mengalami
peningkatan dari tahun 2008 sebesar 7 kasus menjadi 23 kasus pada tahun 2009. Jika
tidak segera dicari penyebabnya dan dilakukan penanganan yang tepat, maka bisa
saja jumlah bayi BBLR di Kabupaten Jember ini khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Cakru akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat analitik
observasional dengan pendekatan case-control (retrospektif). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua bayi yang lahir hidup, urutan anak minimal ke-2 dan
tercatat dalam rekam medik selama tahun 2009 di wilayah kerja Puskesmas Cakru
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. Sampel yang digunakan berjumlah 64
orang, terdiri dari sampel kasus sebanyak 16 orang dan sampel kontrol sebanyak 48
orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam sampel kasus adalah
teknik population sampling dan pada sampel kontrol adalah dengan teknik simple
random sampling. Analisis data yang digunakan adalah dengan uji regresi logistik
sederhana dengan α = 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukan sepuluh variabel secara statistik tidak
pengaruh terhadap kejadian BBLR yaitu: umur (p = 0,315, OR = 0,229, Cl 95% 0,013-4,057), paritas (p = 0,156, OR = 0,289, Cl 95% 0,52-1,606), jarak kelahiran (p
= 0,196, OR = 0,256, Cl 95% 0,033-2,022), jenis kelamin bayi (p = 0,109, OR =
0,323, Cl 95% 0,081-1,285), pendidikan (p = 0,673, OR= 0,617, Cl 95% 0,0655,813),
pekerjaan (p = 0,934, OR= 0,945, Cl 95% 0,249-3,588), penggunaan
tembakau dalam rumah tangga (p = 0,377, OR= 0,481, Cl 95% 0,094-2,446),
pendapatan (p = 0,624, OR = 1,744, Cl 95% 0,188-16,156), kualitas pelayanan
antenatal (p = 0,341, OR = 0,508, Cl 95% 0,126-2,05), dan akses pelayanan
kesehatan (p = 0,773, OR = 1,182, Cl 95% 0,381-3,668). Sedangkan, dua variabel
lainnya secara statistik menunjukkan pengaruh yang bermakna dan dianggap sebagai
faktor risiko terhadap kejadian BBLR adalah riwayat penyakit ibu (p = 0,009, OR =
10,455, Cl 95% 1,786-61,184) dan status gizi ibu waktu hamil (p = 0,019, OR =
5,160, Cl 95% 1,309-20,344).
Saran yang dapat diberikan adalah agar dilakukan peningkatan keterampilan
petugas dalam upaya deteksi risiko ibu hamil, memberikan informasi kesehatan, dan
ibu hamil diharapkan segera melakukan pelayanan antenatal seawal mungkin.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]