dc.description.abstract | Sebuah negara hukum yang demokratis dan berkedaulatan rakyat memiliki
tanggung jawab dalam pemenuhan hak konstitusional warga negaranya.
Berdasarkan pada konsep negara hukum inlah, negara memiliki kewajiban untuk
menjamin dan memenuhi hak asasi manusia warga negaranya yang merupakan
hak konstitusional. Adanya norma persamaan hukum dalam Pasal 28D ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945 semakin mengukuhkan tanggung jawab negara sebagai
pelindung hak asasi manusia warga negara Indonesia. Senada dengan Pasal 28D
ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 9 ayat (1) Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi ke dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2005 memberikan jaminan kepada setiap orang atas hak
kemerdekaan diri pribadi yang meliputi kebebasan dan keamanan individu
sehingga tidak seorangpun dapat dapat ditangkap atau ditahan dengan sewenangwenang
dan dirampas kebebasannya kecuali atas dasar dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, seorang pecandu/pengguna/penyalahguna
narkotika adalah seorang korban dari kejahatan narkotika yang mendapatkan
jaminan apabila telah melaporkan diri ke pusat rehabilitasi medis dan sosial tidak
dituntut pidana. Akan tetapi seorang yang menjadi korban tersebut tetap dituntut
pidana sebagai pelaku kejahatan sehingga tidak mendapatkan haknya sebagai
korban. Ketidakpastian hukum inilah yang menimbulkan terjadinya pelanggaran
terhadap hak habeas corpus bagi pecandu/pangguna/penyalahguna narkotika.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka ditulislah skripsi yang berjudul
“PELANGGARAN HAK HABEAS CORPUS TERHADAP KORBAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BERDASARKAN PASAL 28D AYAT (1)
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945 DAN PASAL 9 AYAT (1) KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK”.
xv
Metode penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan asas-asas hukum
(legal principle approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan analitis (analitycal
approach). Bahan hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886), Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635), Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062),
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Pecandu Narkotika, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 2-
3/PUU-V/2007 tentang Pengujian atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke
dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, dan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban
Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan
Rehabilitasi Sosial. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa publikasi hukum
yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar ahli hukum atas putusan pengadilan. Analisa bahan hukum
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan disimpulkan secara deduktif.
Pembahasan dan kesimpulan menguraikan tentang analitis dan sintesis dari
pokok-pokok permasalahan yang dijawab. Pokok-pokok permasalahan yang akan
xvi
dijawab seperti yang terdapat pada rumusan masalah. Pertama, mengenai
kewajiban negara dalam upaya penjaminan dan pemenuhan hak konstitusional
warga negara. Kedua, tentang peran pemerintah dalam perlidungan terhadap
korban narkotika dan kendala-kendala yang dihadapi. Ketiga, peran negara
sebagai bentuk solusi yang dapat ditempuh pemerintah dalam upaya melindungi
korban penyalahgunaan narkotika. Perlindungan terhadap korban penyalahgunaan
narkotika secara normatif telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika yang disesuaikan dengan standar pemenuhan ideal
sebagaimana ketetapan dalam jaminan dalam preseden-preseden internasional,
kevenan-kovenan internasional, dan perangkat peraturan perundang-undangan
nasional. Akan tetapi kondisi korban penyalahgunaan narkotika masih jauh dari
standar pemenuhan ideal tersebut. Bahkan lebih rentan akan pelanggaran hak
habeas corpus yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
Saran yaitu agar pecandu/pengguna/penyalahguna narkotika
didekriminalisasi dan pemerintah merevisi pasal-pasal dalam UU Narkotika yang
mengkriminalisasi pecandu/pengguna/panyalahguna narkotika. Selain itu BNN
dan POLRI yang diberi kewenangan dalam penanganan tindak pidana narkotika
semestinya segera membawa dan melaporkan pecandu/pengguna/panyalahguna
narkotika yang ditemukan belum melaporkan diri dan selebihnya, hakim harus
lebih berani untuk memeberikan vonis rehabilitasi kepada
pecandu/pangguna/penyalahguna narkotika. Dalam hal terjadi pelanggaran atas
hak habeas corpus, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia semestinya turut dalam
advokasi. | en_US |