Show simple item record

dc.contributor.authorYOYON ENDRIANTO
dc.date.accessioned2013-12-05T05:12:32Z
dc.date.available2013-12-05T05:12:32Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM050710191018
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/4747
dc.description.abstractDi dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah luput dengan yang namanya interaksi antar sesama manusia. Hal ini dikarenakan kebutuhan tiap-tiap manusia sangatlah beragam dan belum tentu manusia itu sendiri bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi masih membutuhkan orang lain agar kebutuhan tersebut bisa dicapai. Dan di dalam memenuhi kebutuhannya manusia sering sekali melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan, sifat dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia bisa perbuatan hukum ataupun perbuatan non hukum. Perbuatan hukum selalu menimbulkan akibat hukum, dan membuat manusia-manusia yang terlibat didalamnya memiliki hak dan kewajiban yang harus dilakukan. Tidak jarang di dalam perbuatan-perbuatan tersebut baik yang bersifat hukum ataupun non hukum terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun karena ketidak sengajaan. Jadi agar tercipta keadilan yang menentramkan masyarakat dibentuklah berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan manusia. Badan peradilan adalah badan dimana manusia mencari keadilan atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dialaminya. Badan peradilan ini juga mempunyai kekuatan untuk menghukum manusia-manusia yang melanggar tata tertib yang telah dibuat, dan mempunyai tugas untuk menegakkan peraturan-peraturan yang telah dibuat. Penghukuman yang dijatuhkan oleh hakim yang memimpin persidangan mempunyai sifat yang bermacam-macam. Khusus dalam skripsi yang penulis angkat berikut ini adalah memfokuskan kepada penghukuman yang bersifat kondemnatoir dimana siterhukum dihukum untuk melakukan sesuatu. Dalam putusan kondemnatoir ada yang disebut uang paksa (dwangsom), dwangsom merupakan hukuman tambahan yang diminta oleh pihak yang bersengketa dan diberikan oleh hakim yang menangani kasusnya. Dwangsom mempunyai sifat pressie middle dimana yang ditekan oleh hukuman ini adalah pshycis dari si terhukum. Dwangsom sendiri diatur dalam pasal 606a dan Pasal 606b Rv yang merupakan dasar hukum Dwangsom. Tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember. ix Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk membahas tentang diperlukannya penggunaan dwangsom dan pentingnya mengenal dwangsom ini sendiri mulai dari sifatnya, jenisnya apa saja, dan didalam skripsi juga ingin meneliti penggunaan dwangsom dalam suatu kasus. Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan moetode pendekatan yuridis normatif artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maksudnya adalah penelitian ini dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dihubungkan dengan kenyataan yang ada. Selain itu penulis juga akan melengkapinya dengan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach,) dan pendekatan kasus (case approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan dua jenis bahan hukum yang saling menunjang, antara lain bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pada analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode deduktif berpangkal dari prinsip-prinsip umum menuju prinsip-prinsip yang khusus. Kesimpulan dari skripsi ini adalah, bahwa dwangsom bersifat accesoir. Hal ini didasarkan pada doktrin-doktrin yang ditemukan oleh penulis dalam literature-literatur yang penulis baca. Penulis ingin menyimpulkan bahwa pembayaran uang dalam perkara perdata hanya bisa masuk ke dalam kriteria wanprestasi dan bukanlah perbuatan melawan hukum. Hal ini dikarenakan perbuatan membayar uang selalu didahului kata sepakat antar kedua belah pihak, sedangkan perbuatan yang ada dalam perbuatan melawan hukum bukanlah perbuatan yang didasarkan pada kata sepakat. Ratio decidendi Putusan MARI No. 791 K/Sip/1972 Tanggal 26 Februari 1973, menurut penulis telah sesuai dengan hukum positif yang berlaku pada waktu kasus itu diangkat ke pengadilan. Saran dari penulis skripsi adalah, agar dwangsom dibuatkan peraturan perundangundangan yang berdiri sendiri. Saran yang kedua, penulis menyarankan agar setiap perjanjian dibuat dengan teliti dan hati-hati agar tidak ada sengketa yang tidak perlu dan membuang-buang waktu dan uang. Saran yang ketiga, di sini penulis juga ingin mengingatkan dan menyarankan apabila ingin menyertakan dwangsom didalam sebuah gugatan haruslah hati-hati dan teliti karena akan sangat fatal bila salah dalam menerapkan dwangsom dalam sebuah gugatanen_US
dc.relation.ispartofseries050710191018;
dc.subjectPUTUSAN PENGADILAN TENTANG PEMBAYARAN UANGen_US
dc.titleSIFAT PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PEMBAYARAN UANG TIDAK BERLAKU DWANGSOMen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record