ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN SANKSI TINDAKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DI LUAR PERKAWINAN DENGAN PEREMPUAN DI BAWAH UMUR LIMA BELAS TAHUN
Abstract
Anak merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk
meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa. Sebagai aset bangsa maka
diperlukan perlindungan terhadap anak. Perlindungan pemerintah terhadap anak
terwujud dengan diterbitkannya UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terkait dengan
perlindungan hukum terhadap anak, Putusan Nomor 47/Pid.B/2009/PN.Jr sangat
menarik untuk dikaji karena yang menjadi pelaku dan korban masih tergolong
anak dalam tindak pidana persetubuhan di luar perkawinan.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa tersebut oleh Penuntut Umum
didakwa dengan bentuk dakwaan kombinasi alternatif dan subsidair. Pasal yang
didakwakan adalah ke-satu primair menggunakan Pasal 81 ayat (1) UU No. 23
Tahun 2002, subsidair Pasal 81 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002, atau ke-dua
Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002, atau pada dakwaan ke-tiga primair Pasal 285,
subsidair Pasal 287 ayat (1), lebih subsidair Pasal 290 ke-1 KUHP. Atas dakwaan
yang telah diajukan oleh Penuntut Umum, Hakim menyatakan bahwa pelaku telah
terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Persetubuhan di luar perkawinan,
dengan seorang perempuan yang diketahuinya belum berumur 15 tahun”,
sebagaimana dakwaan alternatif ke-tiga subsidair Pasal 287 ayat (1) KUHP dan
menjatuhkan sanksi tindakan yakni mengembalikan kepada orang tuanya dengan
syarat tambahan berupa melapor kepada petugas Bapas setempat setiap bulan.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini ada dua yakni, yang pertama
adalah apakah penjatuhan sanksi tindakan terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana persetubuhan di luar perkawinan dengan perempuan di bawah umur lima
belas tahun dalam putusan Pengadilan Negeri Jember No: 47/Pid.B/2009/PN.Jr
sudah sesuai dengan ketentuan UU No. 3 Tahun 1997. Kedua, apakah penjatuhan
sanksi tindakan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan di luar
perkawinan dengan perempuan di bawah umur lima belas tahun sudah
memberikan perlindungan hukum kepada korban.
xii
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk menganalisis
kesesuaian sanksi tindakan yang dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana persetubuhan di luar perkawinan dengan perempuan di bawah umur lima
belas tahun dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1997
dan untuk menganalisis
penjatuhan sanksi tindakan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
persetubuhan di luar perkawinan dengan perempuan di bawah umur lima belas
tahun ditinjau dari perspektif perlindungan korban. Metode penelitian yang
digunakan adalah tipe Yuridis Normatif, pendekatan masalah yang digunakan
adalah Pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Konseptual
Kesimpulan yang ada di dalam skripsi ini ada 2, yang pertama adalah
putusan hakim yang menjatuhkan sanksi tindakan kepada anak nakal berupa
dikembalikan kepada orang tua atau wali tidak bertentangan dengan ketentuan UU
No. 3 Tahun 1997 yakni Pasal 22, Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 25 ayat (1).
Berdasarkan ketentuan tersebut hakim diberikan kebebasan dan kewenangan
untuk memilih sanksi yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal. Kedua, dari
perspektif perlindungan anak, putusan hakim yang menjatuhkan sanksi tindakan
kepada anak nakal belum mengimplementasikan perlindungan korban secara
konkret (langsung) karena UU No.3 Tahun 1997 belum mengatur tentang
pemberian bantuan secara langsung kepada korban.
Saran yang ada di dalam skripsi ini ada 2, yakni hakim yang memeriksa
perkara pidana anak sebagai pelaku dengan anak sebagai korban seyogyanya
mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan hukum terhadap pelaku
dan korban sekaligus dalam menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
ada di dalam UU No. 3 Tahun 1997. Serta, mengingat UU No. 3 Tahun 1997 tidak
mengakomodir pemberian bantuan kepada korban secara konkret, sebaiknya UU
No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, serta Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan
Korban diintegrasikan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 sebagai
kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang agar perlindungan terhadap
korban dapat terwujud secara konkret.
xiii
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]