dc.description.abstract | Latar belakang skripsi ini adalah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi
atas perkara nomor 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang Komisi
Yudisial yang diajukan oleh hakim agung. Dalam putusan tersebut, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa hakim agung termasuk dalam objek pengawasan
Komisi Yudsial beserta hakim-hakim pada peradilan di bawah Mahkamah Agung,
sedangkan hakm konstitusi tidak. Putusan ini mengandung pro dan kontra di
masyarakat terutama anggapan bahwa hakim konstitusi ingin memperkebal
dirinya sendiri dari lembaga pengawasan independen seperti Komisi Yudisial.
Selain itu, pada putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Komisi
Yudisial tidak melakukan pengawasan untuk menjalankan prinsip check and
balances antar lembaga Negara. Karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan
mengkaji apakah Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran dalam memutus
perkara tersebut.
Permasalahan skripsi ini adalah bagaimana ketentuan yuridis wewenang
pengawasan hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisal dalam Undang-Undang
No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan ketentuan yuridis pengawasan
hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisal pasca keluarnya putusan Mahkamah
Konstitusi No. 005/PUU-IV/2006.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
apakah Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran hukum dalam memutus
perkara nomor 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang Komisi
Yudisial terhadap UUD 1945 serta untuk mengetahui dan mengkaji pengawasan
apa yang dilakukan oleh Komisi Yudisial atas wewenang yang dimilikinya
sebelum dan sesudah adanya putusan Mahkamah Konstitusi.
Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan, maka metode penelitian dalam skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif
xiii
dan pendekatan konseptual
Kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan adalah pertama,
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa jka perilaku Hakim Konstitusi
dijadikan sebagai objek pengawasan Komisi Yudisial akan mengganggu
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan
konstitusional lembaga Negara, karena berpotensi menjadikan Mahkamah
Konstitusi dianggap tidak imparsial, khususnya jika salah satu pihak yang
bersengketa adalah Komisi Yudisial. Kedua, pilihan Mahkamah Konstitusi untuk
menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat segala aturan
pengawasan dalam Undang-Undang Komisi Yudisial telah menimbulkan
kekosongan hukum dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Komisi Yudsial.
Adapun saran dari penulis adalah pertama, Lembaga Legislatif hendaknya
segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2004,
khususnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang pengawasan terhadap hakim,
agar Komisi Yudisial dapat mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengawasan terhadap hakim. Kedua, hakim diharapkan untuk menerima
kehadiran Komisi Yudisial sebagai pengawas dan mau membantu kelancaran
pengawasan, sehingga keseimbangan antar lembaga tinggi | en_US |