dc.description.abstract | Perubahan sistem nilai dengan cepat menuntut adanya norma-norma
kehidupan sosial baru untuk senantiasa mengikuti perkembangan masyarakat,
termasuk ketentuan mengenai remisi. Korupsi yang dianggap sebagai extra
ordinary crime menuntut pemerintah untuk bertindak secara luar biasa pula untuk
pemberantasannya. Dengan adanya remisi, seorang narapidana tindak pidana
korupsi berhak mendapatkan pengurangan masa pidana dengan syarat bila mereka
berkelakuan baik selama di dalam penjara setiap tahunnya. Masyarakat banyak
yang mempertanyakan kebijakan tersebut karena dianggap terlalu mudah seorang
narapidana mendapatkan remisi dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Latar belakang dari tema dalam skripsi ini yaitu mengenai kebijakan
dalam hukum pidana untuk syarat pemberian remisi yang diberikan kepada
narapadana tindak pidana korupsi. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini
mempunyai dua pokok permasalahan, pertama apakah yang menjadi
pertimbangan untuk menentukan seorang narapidana dalam tindak pidana korupsi
yang telah berkelakuan baik sehingga dapat di berikan remisi. Kedua
bagaimanakah seyogyanya pengaturan tentang syarat pemberian remisi kepada
narapidana tindak pidana korupsi dalam perspektif politik hukum pidana.
Tujuan penulisan ialah untuk mengetahui maksud dari permaslahan yang
dibahas yaitu untuk mengetahui bagaimana pertimbangan yang menentukan
seorang narapidana dalam tindak pidana korupsi berkelakuan baik sehingga dapat
diusulkan mendapatkan remisi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dan
untuk mengkaji dan menganalisis mengenai kebijakan hukum pidana yang akan
datang mengenai pengaturan tentang syarat pemberian remisi kepada narapidana
tindak pidana korupsi.
Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, pendekatan
masalah menggunakan pendekatan Undang-undang (statue approach), dan
pendekatan koseptual (conceptual approach). Untuk itu sumber bahan hukum
yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta
xii
dengan analisis bahan hukum dalam penelitian skripsi ini menggunakan analisis
deskriptif.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini merupakan inti jawaban dari apa
yang telah diuraikan dalam pembahasan. Pertama, Penilaian berkelakuan baik
sebagai syarat pemberian remisi kepada narapidana korupsi pada dasarnya tidak
dibedakan dengan narapidana yang lainnya. yang menjadi pertimbangan untuk
menentukan seorang narapidana dalam tindak pidana korupsi yang telah
berkelakuan baik bila narapidana tersebut mentaati peraturan yang berlaku dan
tidak dikenakan tindakan disiplin yang di catat dalam buku register F selama
kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian remisi. Kedua, remisi tetap
harus diberikan kepada narapidana tindak pidana korupsi karena remisi
merupakan motivasi narapidana agar berkelakuan baik dan menyesali
perbuatannya sejauh perilaku atau (track record) narapidana selama di penjara
dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dengan kriteria yang jelas.
Untuk pengaturan syarat pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana
korupsi yang terdapat dalam Pasal 34 (3) PP No. 28 Tahun 2006 perlu dikaji lebih
lanjut.
Adapun saran dari penulis yaitu, segera mungkin merevisi Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan, terutama mengenai syarat berkelakuan baik. Karena
syarat ini terlalu subyektif dan tidak memiliki kriteria berkelakuan baik yang
baku. Serta, Untuk pelaksaan pemberian remisi kepada narapidana korupsi, remisi
seharusnya mendapatkan pula pertimbangan dari lembaga lain di luar lembaga
pemasyarakatan atau lembaga yudikatif sebagaimana yang harus dilakukan saat
Presiden bermaksud menerima atau menolak permohonan grasi. Disamping itu
masyarakat dapat menilai atau mengetahui alasan-alasan diberikannya remisi
kepada seorang narapidana tindak pidana korupsi agar tidak terjadi pemikiran
yang negatif terhadap pemberian remisi kepada narapidana korupsi. | en_US |