PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PUISI MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VII-A MTs Al MA’ARIF WULUHAN JEMBER
Abstract
Penelitian terhadap kemampuan membaca puisi siswa kelas VII-A MTs Al
Ma’arif Wuluhan dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan siswa dalam
membaca puisi yang terlihat dalam aspek membaca puisi meliputi aspek kebahasaan
(lafal, intonasi, dan jeda) dan aspek nonkebahasaan (penghayatan, ekspresi, gerak
tubuh dan keberanian). Hal ini disebabkan guru belum memberikan contoh konkret
membaca puisi yang benar dan teknik pembelajaran yang digunakan kurang tepat.
Dengan demikian, kemampuan membaca puisi siswa kelas VII-A MTs Al Ma’arif
Wuluhan Jember perlu ditingkatkan. Terkait dengan upaya meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca puisi, dirumuskan masalah sebagai berikut: (1)
bagaimanakah penerapan teknik pemodelan yang dapat meningkatkan kemampuan
membaca puisi siswa kelas VII-A MTs Al Ma’arif Wuluhan Jember?; dan (2)
bagaimanakah kemampuan membaca puisi siswa kelas VII-A MTs Al Ma’arif
Wuluhan Jember sebelum dan sesudah menggunakan teknik pemodelan? Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran dan peningkatan
kemampuan siswa dalam membaca puisi melalui teknik pemodelan pada siswa kelas
VII-A MTs Al Ma’arif Wuluhan Jember.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
jenis penelitian yang digunakan adalah simultan terpadu. Data yang digunakan adalah
analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif diperoleh
dari aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca puisi melalui teknik pemodelan
dan wawancara. Analisis deskriptif kuantitatif diperoleh melalui tes membaca puisi
siswa mulai prasiklus sampai siklus III.Teknik yang digunakan untuk pengumpulan
data adalah teknik observasi, wawancara, dan tes. Sumber data yang diambil adalah
siswa MTs Al Ma’arif Wuluhan Jember kelas VII-A sebanyak 21 siswa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap siswa dan guru ditemukan bahwa
pembelajaran membaca puisi pada tahap prasiklus kurang kondusif dan kemampuan
siswa dalam membaca puisi rendah sehingga dilaksanakan tindakan melalui
penerapan teknik pemodelan. Pada siklus I, hasil observasi kegiatan pembelajaran
berlangsung kondusif karena siswa tertarik dengan model pembaca puisi yaitu siswa
kelas VIII yang dihadirkan oleh guru tetapi nilai tes siswa dalam membaca puisi
belum mencapai ketuntasan klasikal. Pada siklus II, pembelajaran berlangsung lancar.
Guru mempergunakan perpustakaan sekolah untuk proses pembelajaran. Siswa
terlihat antusias dalam pembelajaran. Guru menghadirkan model pembaca puisi siswa
vii
kelas IX dan pemutaran video pembacaan puisi. Kemampuan siswa agak meningkat
tetapi belum mencapai ketuntasan klasikal. Pada siklus III, guru menghadirkan siswa
kelas VIII sebagai model pembaca puisi dan memutarkan video pembacaan puisi
melalui televisi. Pembelajaran berlangsung kondusif dan lancar, kemampuan siswa
dalam membaca puisi meningkat mencapai ketuntasan nilai yaitu ≥ 65 dan mencapai
ketuntasan klasikal sebesar 75% dari total jumlah 21 siswa. Berdasarkan hasil tes,
kemampuan membaca puisi tahap prasiklus siswa yang mencapai ketuntasan nilai
(KKM ≥ 65) sebanyak 6 siswa yaitu sebesar 29% dari total 21siswa. Rendahnya
kemampuan siswa dalam membaca puisi terletak pada keseluruhan aspek, baik dalam
aspek kebahasaan (lafal, intonasi, dan jeda) dan aspek nonkebahasaan (penghayatan,
ekspresi, gestur atau gerak tubuh, dan keberanian). Pada siklus I, siswa yang
membaca puisi dengan baik sebanyak 9 siswa atau 43% dari total siswa 21. Sisanya
sebanyak 12 siswa atau sebesar 57% dari total 21 siswa belum mencapai ketuntasan
nilai (nilai ≥ 65). Berdasarkan lembar tes membaca puisi siswa pada siklus I
diperoleh data aspek yang meningkat sebesar 305% meliputi aspek jeda, keberanian,
dan gerak tubuh sedangkan aspek yang nilainya masih rendah diantaranya intonasi,
ekspresi, dan penghayatan. Pada siklus II, sebanyak 14 siswa atau 67% dari total 21
siswa. Sisanya sebanyak 7 siswa atau 33% dari total 21 siswa belum mencapai
ketuntasan nilai (nilai < 65). Aspek yang meningkat meliputi intonasi, ekspresi,
keberanian dan gerak tubuh sedangkan aspek yang masih rendah terletak pada aspek
penghayatan dan jeda. Pada siklus III, sebanyak 17 siswa atau 80% mencapai
ketuntasan nilai sisanya sebanyak 4 siswa masih rendah dalam aspek penghayatan,
intonasi, dan jeda. Jadi, secara klasikal (≥ 75% dari total jumlah siswa) siswa kelas
VII-A sudah mencapai ketuntasan nilai yaitu 81% karena sudah mencapai ketuntasan
klasikal maka penelitian dihentikan. Untuk 4 siswa yang nilainya masih rendah
diberikan pembinaan dan pembimbingan lebih lanjut sampai nilainya mencukupi
KKM (≥ 65).
Simpulan penelitian ini adalah (1) penerapan pembelajaran membaca puisi
melalui teknik pemodelan dengan menghadirkan model pembaca puisi siswa kelas
VIII dan IX serta pemutaran video rekaman pembacaan puisi telah berhasil
meningkatkan kemampuan siswa kelas VII-A MTs Al Ma’arif Wuluhan Jember
dalam membaca puisi, (2) kemampuan membaca puisi siswa kelas VII-A MTs Al
Ma’arif Wuluhan Jember sebelum diterapkan teknik pemodelan rendah, hanya 6
siswa yang mencapai ketuntasan nilai ≥ 65. Setelah diterapkan teknik pemodelan,
kemampuan siswa pada tahap tindakan meningkat secara berkesinambungan. Siklus I
sebanyak 9 siswa mencapai ketuntasan nilai, siklus II mencapai 14 siswa sedangkan
siklus III naik menjadi 17 siswa dari total 21 siswa. Oleh karena itu, disarankan
kepada: (1) guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia agar menggunakan
teknik pemodelan dengan kombinasi tayangan video pembacaan puisi untuk
meningkatkan kemampuan membaca puisi dengan lebih kreatif dan inovatif, (2)
kepada peneliti berikutnya disarankan agar menggunakan dan mengembangkan
teknik pemodelan sebagai dasar untuk melakukan penelitian untuk mengembangkan
keterampilan berbahasa lainnya dengan lebih kreatif dan inovatif.