TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA INDUSTRI RUMAH TANGGA (HOME INDUSTRY) MAKANAN OLAHAN TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN
Abstract
Dalam latar belakang penelitian ini dipaparkan mengenai pentingnya
mengangkat hak-hak konsumen yang dirugikan dengan adanya produk industri
rumah tangga (home industry) makanan olahan baik yang telah berizin maupun
yang tidak berizin dinas terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan. Bagi industri rumah tangga (home industry) yang
tidak berizin dinas terkait tentu saja belum melewati tahap pemeriksaan oleh
pihak yang berwenang memeriksanya. Produk makanan olahan industri rumah
tangga (home industry) yang tidak memiliki izin dinas terkait jika dikonsumsi
oleh konsumen dapat menyebabkan kerugian, baik kerugian secara materi maupun
psikis. Hal ini tentu saja merugikan konsumen sebagai pihak yang membutuhkan
dan mengonsumsi produk industri rumah tangga (home industry).
Dalam penelitian ini dipaparkan juga mengenai beberapa rumusan masalah
yaitu: Pertama, bagaimana pengaturan industri rumah tangga (home industry)
makanan olahan dalam menciptakan keamanan pangan bagi konsumen? Kedua,
bagaimana tanggung jawab pelaku usaha industri rumah tangga (home industry)
makanan olahan yang telah berizin maupun yang belum berizin instansi terkait
jika produknya merugikan konsumen? Ketiga, bagaimana upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh konsumen jika hak-haknya dirugikan oleh pelaku industri
rumah tangga (home industry) makanan olahan baik yang telah berizin maupun
yang belum berizin instansi terkait?
Penulis dalam penulisan tugas akhir ini juga memuat tujuan penulisan
yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Metode penelitian diperlukan
dalam penulisan atau penyusunan suatu karya tulis yang bersifat ilmiah. Tipe
penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif (legal research).
Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan undang-undang (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum
dibedakan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Di samping
sumber penelitian yang berupa bahan hukum, peneliti hukum juga dapat
menggunakan bahan-bahan non hukum dan analisis bahan hukum.
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan, maka dapat penulis
simpulkan bahwa, pelaku usaha industri rumah tangga (home industry) makanan
olahan untuk lebih mudah berkembang produk membutuhkan pengakuan, baik itu
dari konsumen maupun dari suatu lembaga yang berwenang. Salah satu bentuk
pengakuan yang menunjukan kualitas produk adalah adanya ijin resmi dari Dinas
Kesehatan sebagai lembaga yang berwenang. Karena usaha ini dimulai dari rumah
maka yang perlu dilakukan adalah mendaftarkan PIRT (Pangan Industri Rumah
Tangga) ke departemen kesehatan di masing masing wilayah (kabupaten atau
propinsi). Penertiban mengenai aspek perizinan perlu diterapkan sebagaimana
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan tersebut bahwa fungsi pengawasan dan
pembinaan industri rumah tangga makanan olahan dan produknya menjadi
tanggung jawab bupati/walikota dalam hal ini adalah pemerintah daerah
kabupaten/kota antara lain dengan menerbitkan Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) untuk menindak lanjuti hasil pengawasan
industri rumah tangga makanan olahan terhadap pangan olahan hasil industri
xii
rumah tangga makanan olahan dan pangan siap saji untuk menciptakan keamanan
pangan bagi konsumen.
Bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha industri rumah tangga (home
industry) makanan olahan baik yang telah berizin maupun yang belum berizin
instansi terkait jika terjadi kerugian bagi konsumen baik kerugian fisik maupun
kerugian materi, maka pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi atas kerugian
yang dialami oleh konsumen akibat mengkonsumsi makanan olahan yang telah
diproduksi serta yang telah diperdagangkan oleh pelaku usaha industri rumah
tangga (home industry) makanan olahan baik yang telah berizin maupun yang
belum berizin instansi terkait. Dengan ketentuan bahwa ganti rugi tersebut dapat
dilakukan dalam bentuk pengembalian uang, perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santuanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 19 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Selain itu, pelaku usaha industri rumah tangga (home industry)
makanan olahan baik yang telah berizin maupun yang belum berizin instansi
terkait sebaiknya menarik produk makanan olahannya di pasaran agar tidak
menimbulkan kerugian lebih banyak lagi bagi konsumen.
Upaya yang dapat dilakukan konsumen jika hak-haknya dirugikan oleh
pelaku usaha industri rumah tangga (home industry) makanan olahan baik yang
telah berizin maupun yang belum berizin instansi terkait dapat dilakukan dalam
dua macam ruang untuk menyelesaikan sengketa konsumen, yaitu penyelesaian
sengketa konsumen melalui pengadilan dan penyelesaian konsumen di luar
pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat ditempuh dengan dua
cara yaitu penyelesaian tuntutan ganti kerugian seketika dan penyelesaian tuntutan
ganti kerugian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Berdasarkan Pasal 3 huruf a SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001
tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, penyelesaian sengketa melalui BPSK menggunakan 3 cara, yaitu
pertama Konsiliasi, kedua Mediasi, dan ketiga Arbitrase.
Saran yang dapat penulis sampaikan, Pertama untuk bisa melindungi hakhak
konsumen hendaknya perlu adanya suatu regulasi yang dapat mengcover
kerugian yang ditimbulkan oleh produk makanan olahan yang telah diproduksi
oleh pelaku usaha industri rumah tangga (home industry) yang telah berizin
instansi terkait maupun yang belum berizin instansi terkait dengan menerapkan
tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam regulasi atau rezim UndangUndang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana dalam
regulasi kita masih belum menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability),
Sehingga konsumen disini hak-haknya dapat dilindungi secara penuh. Kedua,
hendaknya setiap industri rumah tangga (home industry) makanan olahan yang
memproduksi pangan olahan memiliki izin dari dinas terkait guna mempermudah
pengawasan serta pembinaan dari dinas terkait sehingga dengan adanya
pengawasan serta pembinaan tersebut, dapat mendorong para pelaku usaha
industri rumah tangga (home industry) makanan olahan untuk meningkatkan
kualitas serta mutu yang baik sehingga dapat menghasilkan makanan olahan yang
aman untuk dikonsumsi oleh para konsumen
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]