DENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER TAHUN 2010
Abstract
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, secara nasional Jawa Timur menduduki peringkat kedua setelah Jawa Barat
dalam hal penyakit tuberkulosis dan tercatat pada tahun 2007 terjadi 40.000 kasus. Kabupaten Jember
menduduki peringkat pertama jumlah kejadian TB di daerah Eks Karesidenan Besuki dan sekitarnya
atau sebanyak 70–80%, Lumajang berada di peringkat kedua, disusul Banyuwangi, Situbondo, dan
Bondowoso.
Obat anti tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat seperti,
Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup penting adalah
interaksi obat, dalam hal ini OAT atau Non-OAT dapat berperan sebagai presipitan atau objek obat
yang dapat saling mempengaruhi keberadaan obat satu dengan yang lain. Rumah Sakit Paru Jember
merupakan salah satu rumah sakit khusus milik pemerintah sebagai salah satu unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur yang berada di wilayah bagian timur, tepatnya di kota Jember.
Berdasarkan hal diatas peneliti ingin melakukan penelitian tentang identifikasi potensi interaksi obat
pada pasien tuberkulosis rawat inap di Rumah Sakit paru jember.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat non eksperimental dengan rancangan
deskriptif yang bersifat retrospektif. Pada penelitian ini, kemungkinan terjadinya interaksi obat
diketahui dengan cara melihat jenis OAT dan obat-obat lain yang diresepkan bersama dengan OAT,
kemudian dianalisis dengan mengunakan acuan standar atau referensi untuk melihat apakah obatobatan
tersebut akan menimbulkan interaksi obat jika digunakan bersama. Penelitian ini dikhususkan
untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi terjadinya interaksi obat antara sesama OAT, obat
anti tuberkulosis dengan obat-obat lain selain OAT dan antara obat-obat lain selain OAT yang
diberikan pada pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru Jember selama tahun 2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pasien tuberkulosis laki-laki lebih banyak
dari pada jenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia, pasien tuberkulosis banyak terdapat pada pasien
usia produktif. Penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) di Rumah Sakit Paru Jember adalah
menggunakan terapi primer atau first line yaitu isoniazid, etambutol, rifampisin, pirazinamid, dan
streptomisin, hanya ada satu jenis OAT yang termasuk kelompok skunder atau second line yaitu
kanamisin. Kombinasi OAT terbanyak yang digunakan adalah HRZE kemudian Fix Dose
Combination (FDC) khususnya tipe 4FDC. Penggunaan obat selain OAT (Non OAT) pada pasien
tuberkulosis disesuaikan dengan simtom, keparahan dan komplikasi yang menyertai pasien
tuberkulosis. Potensi interaksi obat pada pasien tuberkulosis dibagi menjadi interaksi OAT-OAT,
OAT-Non OAT, dan Non OAT-Non OAT. Jenis obat yang sering berinteraksi dengan obat lain
sebagai presipitan adalah rifampisin dan antasida sedangkan obat yang berinteraksi sebagai objek obat
adalah digoksin, isoniasid dan anti diabetik golongan sulfonilurea generasi II (glibenkalmid dan
glimepirid). Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis
mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada
sejumlah kecil pasien dan tidak semua interaksi obat bersifat merugikan, namun ada beberapa interaksi
obat juga bersifat menguntungkan. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap
kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya resiko
morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]