BITTOWA PADA MASYARAKAT MADURA (SEBUAH KAJIAN SOSIOPRAGMATIK)
Abstract
Bittowa merupakan salah bentuk ungkapan tradisional dalam masyarakat
Madura yang artinya ‘petuah leluhur atau nasihat dari orang tua atau sesepuh’. Isi
pesan yang tersirat dalam sebuah bittowa merupakan bentuk lain dari kebijakan
orang-orang tua zaman dahulu. Orang-orang tua zaman dahulu jika memberi nasihat
atau pendidikan budi pekerti, agama dan lain sebagainya kepada anak-anak mereka
dilakukan secara tidak langsung. Maksud dan tujuan dalam bittowa disampaikan
secara implisit. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui dan mendeskripsikan (1)
jenis-jenis bittowa dalam masyarakat Madura, (2) maksud dan tujuan dari
penggunaan bittowa, dan (3) pemahaman, kepercayaan, dan pelaksanaan terhadap
bittowa oleh masyarakat Madura di Desa Plalangan.
Penelitian dilakukan di Desa Plalangan Kecamatan Kalisat. Jumlah informan
ialah 7 orang berusia antara 45-70 tahun dan 20 orang berusia antara 16-30 tahun.
Penelitian dilakukan tiga tahap, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analisis
data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis.
Tahap penyediaan data menggunakan metode cakap (wawancara tak
terstruktur) dengan teknik dasar pancing dan teknik lanjutan cakap semuka, teknik
catat, dan kuesioner. Tahap analisis data menggunakan metode padan, deskriptif,
kualitatif, dan kuantitatif. Tahap pemaparan hasil analisis data menggunakan teknik
penyajian secara informal.
Dari data yang diperoleh dapat dideskripsikan bahwa jenis bittowa yang
terdapat dalam masyarakat Madura di Desa Plalangan Kecamatan Kalisat ialah: (1)
gher-ogher, (2) bâbâlân, dan (3) pantangan. Maksud dan tujuan dari bittowa yang
ada ialah untuk pendidikan agama, mendidik budi pekerti, sopan santun,
kewaspadaan, mengharapkan keselamatan, dan menanamkan kasih sayang antar-
sesama.
Bittowa yang dipahami oleh masyarakat Madura ialah 54% dan yang tidak
dipahami ialah 46%. Bittowa yang paling banyak dipahami ialah Mon ngandung pa’
bulân kodhu salamettè, ma’lè salamet ‘Kalau hamil empat bulan harus selamatan,
supaya selamat’. Bittowa yang paling sedikit dipahami oleh keluarga muda, misalnya
Mon na’-kana’en ta’ nangis, tak-takè cemmong ‘Kalau bayi yang baru dilahirkan
tidak menangis, ambil basi lalu dipukul memakai sendok’.
Sebagian besar (60%) keluarga muda di Desa Plalangan masih mempercayai
bittowa, sedangkan keluarga muda yang tidak mempercayai bittowa ialah 40%.
Bittowa yang paling banyak dipercayai oleh keluarga muda, misalnya Mon so-
nyusoin, aèng sosona jhâ’ sampè’ nyapcap ka pokèna otabâ ka pellèrra ana’en, mon
lakè’ dâ’ karèna rèng bini’ mon bini’ dâ’ karèna rèng lakè’ ‘Kalau menyusui air
susunya tidak boleh menetes ke alat kemaluan anakanya baik laki- laki maupun
perempuan, kalau sampai menetes anak laki- laki bisa suka maen perempuan dan
begitupun sebaliknya’. Bittowa yang tidak dipercayai misalnya Ta’ ollè ngettok koko
lem-malem, kokona ma’lè ta’ dâddhi nang-konang ‘Tidak boleh memotong kuku
malam- malam, supaya kukunya tidak jadi kunang-kunang’.
Bittowa yang masih dilaksanakan oleh keluarga muda ialah 66% dan yang
tidak dilaksnanakan ialah 34%. Bittowa yang paling banyak dilaksanakan, misalnya
yang berkaitan dengan kehamilan, Mon ngandung pa’bulân kodhu salamettè, ma’lè
salamet ‘Kalau hamil empat bulan harus selamatan, supaya selamat’. Bittowa yang
pelaksanaannya paling sedikit, misalnya sabbhân bulân Sappar rebbu bekkasan,
pekarangan kodhu èrokat ‘Setiap bulan Shafar rabu bekkasan, pekarang harus
dirokat’. Bittowa yang dilaksanakan oleh keluarga muda tidak hanya berdasarkan
pada pemahaman dan kepercayaan mereka. Ada beberapa bittowa yang dipahami,
tidak dipercayai namun tetap dilaksanakan