Show simple item record

dc.contributor.authorAHMAD MUDHAR LIBBI
dc.date.accessioned2013-12-04T03:59:16Z
dc.date.available2013-12-04T03:59:16Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM090710101153
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3617
dc.description.abstractPenerapan Syariah Islam di negara Indonesia telah terjadi sejak zaman kerajaan artinya sebelum Indonesia lahir menjadi sebuah negara kesatuan, syariah islam sudah diterapkan di daerah-daerah. Sejak Reformasi bergulir, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, melahirkan sebuah perubahan sistem politik di Indonesia, yang semula bercorak sentralistik menjadi desentralistik. Tujuannya adalah mendekatkan kekuasaan negara kepada rakyat, agar partisipasi politik rakyat di daerah kian meningkat, mulai dari pemilihan para pemimpin negara sampai dengan proses perencanaan dan pembuatan kebijakan publik, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasinya. Keadaan tersebut memberikan peluang lahirnya sebuah produk undang-undang yang berlandaskan Syariah Islam ditingkat daerah. Dalam perkembangannya, memang upaya penerapan Syariah Islam di Indonesia dalam otonomi daerah telah menggunakan pola baru, yaitu lewat daerah. Dengan kata lain penerapan syariah islam di era reformasi cenderung bergerak di daerah, yakni dengan fenomena munculnya berbagai Peraturan Derah yang berperspektif syariah islam. Bentuk penerapan syariah yang diterapkan dalam peraturan daerah menurut arskal salim digambarkan melalui lima level. Pada level pertama, penerapan syariah islam terhadap masalah-masalah hukum keluarga, seperti perkawinan, perceraian dan kewarisan. Level kedua, penerapan syariah islam terhadap urusan-urusan ekonomi dan keuangan, seperti perbankan Islam dan zakat. Level ketiga, penerapan syariah islam terhadap praktik-praktik (ritual) keagamaan, seperti kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita Muslim, ataupun pelarangan resmi hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti alkohol, perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Level keempat, penerapan syariah islam terhadap hukum pidana Islam, terutama bertalian dengan jenis-jenis sanksi yang dijatuhkan bagi pelanggar. Hal ini dapat ditemui di daerah Aceh, yaitu penerapan sanksi yang salah satunya menerapkan hukuman cambuk. Level kelima, penerapan syariah islam terhadap penggunaan Islam sebagai dasar negara dan sistem pemerintahan. Sedangkan berdasarkan kriteria Daniel E. Price, Syariah Islam yang 13 paling sering diterapkan di berbagai daerah di Indonesia dalam bentuk berbagai Peraturan Daerah berperspektif Syariah Islam baru sampai pada taraf level kedua yakni pengaturan ritual keagamaan (ibadah). Penerapan syariah Islam ke dalam muatan Peraturan Daerah telah menimbulkn Pro dan kontra. Selain itu peraturan daerah berperspektif syariah islam bukan saja tidak sesuai dengan prinsip ketatanegaraan Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, namun juga Dianggap tidak sesuai dengan Konsep Hak Asasi Manusia, karena bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia. Materi muatan yang berperspektif syariah islam telah mengandung unsur pembedaan Less Favourable bagi seseorang secara langsung maupun secara tidak langsung. yang dimaksud dampak secara langsung disini ialah dampak yang dirasakan langsung oleh diri seseorang dari sebuah ketentuan hukum. Sedangkan dampak secara tidak langsung muncul ketika dampak hukum atau dalam praktek merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal tersebut tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. hal ini sangatlah bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan prinsip Non Diskriminasi. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, bahwa yang dimaksud dengan Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, peraturan daerah berperspektif syariah islam dalam penerapannya, telah memberikan sebuah implikasi bagi masyarakat didaerah. peraturan daerah berperspektif syariah islam berimplikasi terhadap implementasi hak-hak sipil dan hak-hak perempuan di negara Indonesia.en_US
dc.relation.ispartofseries090710101153;
dc.subjectPERATURAN DAERAH BERPERSPEKTIF SYARIAH ISLAM DI INDONESIAen_US
dc.titleANALISIS PERATURAN DAERAH BERPERSPEKTIF SYARIAH ISLAM DI INDONESIA DITINJAU DARI KONSEP HAK ASASI MANUSIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record