dc.description.abstract | Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna sehingga
banyak sekali kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi adalah ikatan perkawinan. Lembaga perkawinan sebagai salah satu
sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia untuk membentuk suatu
rumah tangga, karena perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, agama,
dan sosial.
Perkawinan itu dilakukan untuk waktu selama-lamanya sampai matinya
salah seorang suami isteri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh Undangundang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Ada pun tujuan lain dari perkawinan
adalah untuk menyambung keturunan yang kelak akan dijadikan sebagai ahli
waris (Abdul Manan,2006:65). Keinginan mempunyai anak bagi setiap pasangan
suami isteri merupakan naluri insani dan secara fitrah anak-anak tersebut
merupakan amanah Allah SWT kepada suami isteri tersebut. Bagi orang tua, anak
tersebut diharapkan dapat mengangkat derajat dan martabat orang tua kelak
apabila la dewasa, menjadi anak yang sholeh dan sholehah yang selalu
mendoakannya apabila dia meninggal dunia. Berangkat dari pemikiran inilah, baik
ayah maupun ibu dari anak-anak itu sama-sama berkeinginan keras untuk dapat
lebih dekat dengan anak-anaknya agar dapat membimbing langsung dan
mendidiknya agar kelak kalau anak-anak sudah dewasa dapat tercapai apa yang
dicita-citakannya itu. Demikian pula anak-anak Itu, selalu ingin dekat dengan
orang tuanya, rasanya sulit untuk berpisah karena mereka ingin selalu dilindungi
dan diberikan kasih sayang, oleh kedua orang tuanya sampai mereka dapat berdiri
sendiri dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia ini. Namun dalam keadaan
tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti
bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudaratan akan terjadi.
Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir
dari usaha melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan dengan begitu adalah
selalu jalan keluar yang baik (Satria Effendi M. Zein,1989:62).
Akibat dari terjadinya perceraian tersebut, yang menjadi korban tidak lain
adalah anak keturunannya. Hal itu dapat dilihat pada kelompok masyarakat dimana perceraian sering terjadi. kondisi ini adalah yang paling berbahaya, dimana
bisa jadi baik pihak ibu maupun pihak ayah sudah tidak lagi ambil peduli dengan
nasib anaknya sehingga anak-anak menjadi terlantar. Tetapi dalam kondisi lain,
dan ini yang banyak, baik ibu maupun ayah, masing-masing sebagai orang tua
tetap mencintai anak-anaknya. Kondisi yang demikian masalah yang timbul
adalah siapa yang lebih berhak terhadap anak-anaknya, karena masing-masing
tidak mau mengalah, sehingga perlu diselesaikan secara hukum. Apapun jalan
yang dilalui untuk menyelesaikannya, yang pasti sang anak sudah tidak lagi dapat
menikmati hidup dengan kasih sayang kedua orang tuanya secara serentak.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, Penulis akan mengkaji lebih
lanjut mengenai hak asuh anak kandung sebagai akibat dari perceraian dalam
suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul: ”KAJIAN YURIDIS
TENTANG HAK ASUH ANAK (HADLONAH) DIBAWAH UMUR SETELAH
ADANYA PUTUSAN PERCERAIAN”.
Rumusan Masalah yang dibahas adalah Siapakah yang berhak
memperoleh hak asuh anak (hadlonah) atas anak dibawah umur dan
Bagaimanakah kewajiban orang tua yang memperoleh hak asuh atas anak
dibawah umur.
Tujuan Penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa
siapakah yang berhak memperoleh hak asuh anak (hadlonah) atas anak dibawah
umur, untuk mengetahui dan menganalisa bagaimanakah kewajiban orang tua
yang memperoleh hak asuh atas anak dibawah umur.
Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif,
pendekatan masalah adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum,
penyusunan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan Bahan non hukum. Analisis bahan hukum dengan beberapa tahapan
yang kemudian hasil analisis bahan penelitian tersebut kemudian diuraikan dalam
pembahasan guna menjawab permasalahan yang diajukan hingga sampai pada
kesimpulan.
Berdasarkan analisa dan pembahasan permasalahan yang telah dilakukan,
maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: Pertama pihak yang berhak memperoleh hak asuh anak (hadlonah) mumayyiz apabila perkawinannya
putus karena perceraian ialah seperti yang tercantum dalam kompilasi hukum
Islam pasal 105 huruf (a) bahwa pemeliharaan anak yang belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya, sedang huruf (b) menyebutkan bahwa anak yang sudah
mumayyiz diserahkan untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang
hak pemeliharaannya. Kalau anak tersebut memilih ibunya, maka si ibu tetap
berhak mengasuh anaknya, kalau ternyata si anak lebih memilih ikut ayahnya,
maka hak mengasuh akan berpindah pada ayahnya. Dengan demikian maka
ayahpun berhak untuk mengasuh anak-anaknya bila si anak memilih ikut ayahnya.
Kedua : Dengan terjadinya perceraian, pengadilan dapat mewajibkan kepada
bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri. Sebagai ibu atau bapak mereka tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anak dan jika ada perselisihan mengenai
penguasaan anak, karena pengadilan memberi putusan dengan semata-mata
mendasarkan kepada kepentingan anak. Kewajiban orang tua adalah yang
pertama-tama bertanggung jawab atas kesejahteraan anak, kewajiban memelihara
dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi
pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta
berkemampuan meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.
Saran penulis adalah Bagi suami - istri yang akan melakukan perceraian
hendaknya hal itu merupakan jalan terbaik bagi mereka semua termasuk bagi anak
karena apabila perceraian berdasarkan ego semata maka suami - istri tersebut
sama hal nya dapat menelantarkan anaknya karena dengan adanya perceraian
maka anak - anaknya tidak akan mendapat kasih sayang seutuhnya dari orang
tuanya. | en_US |