KEWENANGAN KREDITUR UN TUK MELAKUKAN PENYITAAN BARANG JAMINAN DALAM PERJAN JIAN KREDIT PEMBIA YAAN KEN DARAAN BERMOTOR
Abstract
Dewasa
ini
banyak
sekali
jenis-jenis
pembiayaan
yang
ditawarkan
pihak
lembaga
keuangan
pada
masyarakat
dan
juga
dunia
usaha.
Salah
satu
jenis
pembiayaan
ya
ng
ditawarkan
kepada
masyarakat
adalah
pembiayaan
konsumen.
Adanya
perjanjian
kredit
tersebut
diawali
dengan
pembuatan
kesepakatan
antara
penerima
kredit
(debitur)
dan
ya
ng
memberi
kredit
(kreditur)
yang
dituangkan
dalam
bentuk
perjanjian.
Kreditur
mempuyai
hak
untuk
menyita
barang
yang
dibeli
dengan
kredit
apabila
di
dalam
hubungan
kredit
debitur
tidak
memenuhi
prestasi
secara
sukarela.
Penyitaan
barang
itu
harus
ada
pemberitahuan
terlebih
dahulu
kepada
pihak
debitur
dan
harus
ada
persetujuan
dari
pihak
debitur
juga.
Penyitaan
barang
yang
dilakukan
tidak
ada
pemberitahuan
terlebih
dahulu
pada
pihak
debitur
maka
pihak
kreditur
dinyatakan
wanprestasi,
dikarenakan
sudah
ada
perjanjian
bahwa
pihak
kreditur
boleh
menyita
barang
nasabah
apabila
nasabah
terlambat
melakukan
pembayaran.
Demikian
halnya
dengan
kasus
ya
ng
terjadi,
dalam Putusan Mahkamah Agung No.606 K/Pdt.
Sus/2011.
Rumusan
Masalah
meliputi
:
(1)
Apakah
perjanjian
kredit
pembiayaan
kendaraan
bermotor
telah
diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan
?
(2)
Apakah
kreditur
berhak
melakukan
pen
yitaa
n
barang
jaminan
karena
debitur
wanprestasi
?
dan
(3)
Apa
dasar
putusan
Hakim
Mahkamah
Agung
dalam
memutus
perkara
Nomor
:
606
K/Pdt.Sus/2011
sesuai
dengan
hukum
ya
ng
berlaku
?
Tujuan
umum
penulisan
ini
adalah
:
untuk
memenuhi
syarat-syarat
dan
tugas
guna
mencapai
gelar
Sarjana
Hukum
pada
Fakultas
Hukum
Universitas
Jember,
menambah
wawasan
ilmu
pengetahuan
dalam
bidang
hukum
khususn
ya
hukum
perjanjian.
Tujuan
khusus
dalam
penulisan
adalah
untuk
memahami
dan
mengetahui
:
(1)
Pengaturan
perjanjian
kredit
pembiayaan
kendaraan
bermotor
dalam
peraturan
perundang-undangan,
(2)
Hak
kreditur
melakukan
pen
yitaa
n
barang
jaminan
karena
debitur
wanprestasi
dan
(3)
Dasar
putusan
hakim
Mahkamah Agung dalam memutus perkara No.606 K/Pdt.Sus/2011.
Metode
penelitian
dalam
penulisan
skripsi
ini
menggunakan
tipe
penelitian
yuridis
normatif,
artinya
permasalahan
yang
diangkat,
dibahas
dan
diuraikan
dalam
penelitian
ini
difokuskan
dengan
menerapkan
kaidah-kaidah
atau
xii
http://library.unej.ac.id/
http://library.unej.ac.id/
http://library.unej.ac.id/
http://library.unej.ac.id/
norma-norma
dalam
hukum
positif.
Pendekatan
masalah
menggunakan
pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual,
dan pendekatan kasus
dengan
bahan
hukum
yang
terdiri
dari
bahan
hukum
primer,
sekunder
dan
bahan
non
hukum.
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
kesimpulan
bahwa
hingga
saat
ini
di
I
ndonesia
belum
ada
peraturan
khusus
dalam
bentuk
undang-undang
yang
mengatur
tentang
lembaga
pembiayaan,
pada
hal
peraturan
tersebut
sangat
dibutuhkan
mengingat
perkembangan
lembaga
pembiayaan
tersebut
sangat
pesat
dewasa
ini.
Perjanjian
pembiayaan
konsumen
merupakan
salah
satu
bentuk
perjanjian
khusus
yang
tunduk
pada
ketentuan
Buku
III
KUHPerdata.
Kreditur
berhak
melakukan
pen
yitaan
barang
jaminan
karena
debitur
wanprestasi.
Dalam
fakta
terungkap
bahwa
telah
terjadi
wanprestasi
ya
ng
dilakukan
oleh
debitur
dengan
adanya ket
erlambatan
pembayaran,
sehingga akhirn
ya
kreditur
melakukan
penyitaan
terhadap
benda
jaminan.
Namun
demikian
prosedur
pen
yitaan
ya
ng
dilakukan
oleh
kreditur
adalah
kurang
tepat
sehingga
merugikan
debitur.
Dasar
putusan
Hakim
Mahkamah
Agung
dalam
memutus
perkara
No.606
K/Pdt.
Sus/2011
sudah
sesuai
dengan
hukum
ya
ng
berlaku.
Pelanggaran
terhadap
hak
konsumen
tersebut
didasarkan
atas
tindakan
BCA
Finance
ya
ng
melakukan
penyitaan
terhadap
mobil
sebagai
jaminan
kredit
pembiayaan
tanpa
adan
ya
surat
peringatan
atau
teguran
secara
tertulis,
sehingga
dapat
dikategorikan
sebagai
tindakan
ya
ng
tidak
berdasar
hukum
dan
mengabaikan
hak-hak
konsumen.
Selain
itu,
dalam
pertimbangan
majelis
hakim
diperoleh
fakta
bahwa
Perjanjian
Kredit
sebagai
perjanjian
baku
bertentangan
dengan
Pasal
18
huruf
d
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Saran
yang
dapat
diberikan
bahwa
hendaknya
seseorang
harus
lebih
arif,
bijak,
dan
teliti
dalam
melaksanakan
suatu
perjanjian.
Dalam
hal
tersebut
terjadi
pelanggaran
atas
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
karena
terjadi
perjanjian
baku
ya
ng
merugikan
konsumen
serta
adan
ya
tindakan
penyitaan
barang
jaminan
yang
tidak
sesuai
dengan
prosedur
hukum
penyitaan
dalam
konstruksi
hukum
acara
perdata
.
Demikin
halnya
penggunaan
klausula
baku
dalam
perjanjian
sewa
beli
otomotif
harus
ditinjau
dan
disesuaikan
dengan
prinsip-prinsip Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]