POLEMIK JARINGAN ISLAM LIBERAL VERSUS ISLAM FUNDAMENTAL DI JAKARTA TAHUN 2001-2005
Abstract
Peristiwa polemik Jaringan Islam Liberal versus Islam Fundamental di Jakarta
tahun 2001-2005 merupakan peristiwa konflik interpretasi terhadap teks keagamaan
khususnya Al-Qur’an yang menggunakan metode pemahaman baru, yakni
hermeneutika dengan metode tafsir yang sudah ada sejak meninggalnya Nabi
Muhammad. Jaringan Islam Liberal
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yaitu 1)heuristik 2.kritik3.Interpretasi;4.historiografi. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan sosiologi politik dengan teori konflik yang
dikemukakan oleh Maurice Duverger. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa
polemik Jaringan Islam Liberal versus Islam fundamental yang terjadi antar
kelompok dalam satu agama yang hanya disebabkan dari perbedaan metode
interpretasi eks keagamaan. Polemik sepert i ini sering kali muncul ke
permukaan tidak dalam bentuk aslinya. Agama sering kali menjadi alat untuk segala
jenis konflik kepentingan khususnya politik. Banyak kejadian yang di permukaan
kelihatannya merupakan konflik agama tetapi yang terjadi sebenarnya merupakan
konflik kepentingan politik. Hal ini terjadi karena memang watak agama itu sendiri. Agama sebagaimana yang kita rasakan, menempati ranah psikologis manusia yang
paling dalam, sehingga ia mampu membangkitkan sentimen keagamaan yang
dahsyat, terlebih lagi ketika sikap tersebut mendapatkan legitimasi agama atau
tindakan terpuji dalam pandangan agama. Oleh sebab itu, agama sering dimanfaatkan
sebagai medium yang paling efektif untuk kepentingan mobilisasi sosial.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Polemik Jaringan Islam
Liberal versus Islam fundamental terjadi karena adanya penyamaan konsep agama
Islam dengan konsep agama di Barat (kristen)yang merupakan simbol kemajuan.
Jaringan Islam Liberal menegaskan bahwa agama Islam harus disesuaikan dengan
sains modern dan membuat penafsiran baru terhadap Al-Qur’an untuk menolak
penafsiran lama yang tidak relevan terhadap perkembangan kehidupan masyarakat
modern yang sekular. Untuk mendapatkan penafsiran keislaman yang relevan dengan
ide-ide dasar liberalisme, maka jalan satu-satunya adalah dengan mempersoalkan cara
kita menafsirkan agama yang selama ini dijadikan sebagai rujukan, yakni tafsir Al Qur’an
dan menggantinya dengan hermeneutika. Dengan hermeneutika, hasil yang
diperoleh adalah penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual dan
sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan terus berubah.
Perubahan konsep agama Islam dan metode pemahaman Al-Qur’an, menimbulkan
polemik yang luas dikalangan umat Islam. Reaksi-reaksi muncul dalam bentuk
diskusi, ceramah/khutbah di masjid dan artikel di media massa.