TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PAJAK YANG TERUTANG ATAS AKTA PPAT DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH (Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
Abstract
Penulisan skripsi ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kehidupan rakyat
dan perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sebagian besar
bercorak agraris, maka bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945. Tanah sebagai bagian dari bumi selain mempunyai
fungsi sosial juga difungsikan atau dimanfaatkan oleh rakyat sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha serta digunakan sebagai alat
investasi yang sangat menguntungkan. Bangunan yang berdiri diatas tanah juga
memberikan keuntungan dan/ atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik
bagi orang pribadi atau badan hukum. Bagi mereka yang memperoleh manfaat
dari tanah maupun bangunan karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara,
maka wajar apabila diwajibkan membayar pajak kepada negara. PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah) memiliki kewajiban untuk membuat akta-akta otentik
mengenai pebuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan
rumah susun dan pelaporan bulanan atas akta yang dibuatnya pada instansi pajak
yang terkait. Hal tersebut tentu saja agar setiap perbuatan hukum yang berkaitan
dengan tanah dan bangunan, yang merupakan harta berharga yang mempunyai
nilai investasi tinggi, tidak luput dari pajak. Berkaitan dengan akta yang dibuat
PPAT dalam transaksi jual beli tanah tersebut diatas terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan, yaitu bahwa sebelum akta dibuat atau ditandatangani maka para
pihak harus membayar Pajak Penghasilan (PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Materai.
Semua jenis pajak tersebut mempunyai dasar hukum yang kuat, yaitu masingmasing
diatur
dalam
Undang-Undang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlu untuk
mengkaji sekian permasalahan mengenai pajak yang terutang dalam jual beli
tanah, dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul
“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PAJAK YANG TERUTANG ATAS
AKTA PPAT DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH (Berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan)”.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :
Pertama, Bagaimanakah terjadinya pajak yang terutang dalam transaksi jual beli
tanah. Kedua, Bagaimanakah akibat pembayaran pajak yang terutang setelah
penandatanganan Akta yang dibuat PPAT. Ketiga, Bagaimanakah kebijakan
hukum untuk menyelesaikan pajak yang terutang. Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah untuk menjawab 3 (tiga) rumusan masalah diatas.
Tujuan penulisan yang digunakan agar dalam penulisan skripsi ini dapat
diperoleh sasaran yang dikehendaki, maka perlu ditetapkan suatu tujuan
penulisan. Adapun tujuan penulisan disini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach). Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Sedangkan analisis
bahan hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai terjadinya pajak
yang terutang atas akta PPAT dalam transaksi Jual beli tanah, yaitu: Atas tanah
dan bangunan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, saat yang menentukan pajak
terutang Pajak bumi dan Bangunan adalah menurut keadaan obyek pada tanggal 1
januari. Atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dikenakan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan, saat terutangnya Pajak atas Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan adalah saat dibuat dan ditandatanganinya akta. Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilam
atas Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan, saat terutang pajak Penghasilan atas
Pengalihan Tanah dan Bangunan adalah saat dibuat dan ditandatanganinya akta.
Atas Akta yang dibuat PPAT dikenakan Bea Materai, saat terutangnya adalah saat
ditandatanganinya akta. Akibat Pembayaran pajak yang terutang setelah
penandatangan akta PPAT adalah apabila pajak yang terutang dibayar setelah
penandatangan akta PPAT, maka perbuatan atau peristiwa hukum tidak bisa terjadi. Hal tersebut disebabkan penandatanganan akta pemindahan hak atas tanah
dan/atau bangunan hanya dapat dilakukan oleh PPAT apabila Wajib Pajak baik
Penjual maupun Pembeli menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pelaksanaan
pembayaran pajak di Indonesia dilakukan berdasarkan sistem self assessment.
Sistem ini memberikan kepercayaan penuh kepada WP untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
seharusnya terutang. Namun sistem ini berakibat pelaksanaan pembayaran pajak
menjadi kurang efektif dan efisien karena WP salah hitung atau terjadi Pajak
kurang bayar, maka fiskus akan memberikan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
dan WP harus melunasinya. Surat Ketetapan pajak kurang bayar merupakan Surat
tagihan bagi fiskus kepada WP yang pelaksanaanya dapat dilakukan sebagai suatu
kewajiban yang berkonotasi sebagai paksaan untuk melakukan pembayaran, dan
apabila tidak juga dibayar, maka dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat
paksa, penyitaan, serta lelang.
Dengan adanya banyak peraturan perpajakan, para wajib pajak sulit
memahami peraturan-peraturan tersebut, sebab itu para Wajib Pajak sering
mengabaikan atau menghindari pajak. Maka sebaiknya, Kantor Pelayanan Pajak
sering mengadakan sosialisasi peraturan di kampus, perusahaan, dsb. Perlu adanya
kerjasama antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pertanahan, PPAT, serta
Pemda. Perlu juga diberikan penghargaan kepada desa yang disiplin membayar
pajak, terutama pajak PBB, serta dijelaskan bahwa hasil penerimaan PBB dan
BPHTB akan dikembalikan untuk pembangunan daerah masing-masing sebanyak
80% (delapanpuluh persen). Untuk penelitian selanjutnya agar dipersempit lagi,
yaitu studi kasus pada kabupaten. Sehingga dapat difokuskan ke Pemda, KPP
Pratama, Kantor Pertanahan dan PPAT di Kabupaten tersebut. Agar dapat
diketahui jumlah penerimaan, tingkat ketaatan pembayaran pajak oleh Wajib
Pajak serta alokasi pengeluaran/belanja hasil penerimaan pajak.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]