POLITIK HUKUM PEMILU DI INDONESIA (Kajian Yuridis Terhadap Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum)
Abstract
Penulisan skripsi ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh politik hukum
Pemilu di Indonesia yang banyak menimbulkan permasalahan di bidang hukum
ketatanegaraan Indonesia, dan juga sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu
yang masih terkesan tidak sistematik dan terpadu di dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Jabatan pangreh seperti ‘Kepala Daerah’ (=Gubernur, Bupati, dan
Walikota) dan ‘Kepala Desa’ yang pengisian jabatannya dilakukan melalui
pemilihan langsung oleh rakyat di daerah atau di desanya itu, tidak termasuk
dalam rumusan konsep hukum Pemilu seperti dimaksud Pasal 22E Ayat (2) UUD
1945. Sedangkan pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota, penyelenggara
pemilihannya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945. Sehingga Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menjadi undang-undang
yang banci karena tidak semua Pemilu diselenggarakan oleh lembaga
penyelenggara Pemilu, lemahnya pengawasan terhadap kinerja KPU, dan tidak
adanya ketentuan yang mengatur tentang ‘keabsahan’ perolehan suara Peserta
Pemilu yang ditetapkan oleh KPU serta tidak adanya norma-norma hukum yang
mengatur sanksi ‘diskualifikasi’ paserta Pemilu. Kelemahan lain dari
penyelenggaraan Pemilu ini tidak hanya datang dari UUD 1945 dan UU No. 22
Tahun 2007 saja, tetapi juga datang dari peraturan perundang-undangan lainnya,
misalnya UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD
yang mengatur mengenai sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu yang masih
terkesan tidak sistematik dan terpadu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlu untuk
mengkaji sekian permasalah mengenai kebijakan hukum Pemilu baik yang diatur
di dalam UUD 1945 pasca amandemen maupun di dalam peraturan perundangundangan
yang berlaku yang berkaitan dengan Pemilu, dalam suatu karya ilmiah
yang berbentuk skripsi dengan judul “POLITIK HUKUM PEMILU DI
INDONESIA (Kajian Yuridis Terhadap Pasal 22E Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum)”.
xv
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :
Pertama, bagaimanakah politik hukum Pemilu berdasarkan Pasal 22E UUD 1945.
Kedua, bagaimanakah penyelenggaraan Pemilu berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Ketiga, bagaimanakah
sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu di dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah untuk menjawab 3 (tiga) rumusan masalah diatas.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber
bahan hukum yang digunakan yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan non hukum. Sedangkan analisis bahan hukum yang
digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif.
Kesimpulan yang didapat dari penulisan skripsi ini adalah : Pertama,
bahwa politik hukum Pemilu berdasarkan rumusan Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945
adalah hanya instrumen untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil
Presiden, dan DPRD. Jadi, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
secara yuridis-formal bukan merupakan bagian dari rezim hukum Pemilu
sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Kedua, bahwa UU No. 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu adalah undang-undang banci karena banyak
mengandung kelemahan. Ketiga, bahwa sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu
di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945 masih
terkesan tidak sistematik (integrated) dan terpadu (ambivalen).
Saran dari penulisan skripsi ini adalah hendaknya ketentuan Pasal 22E
Ayat (2) UUD 1945 diamandemen sehingga pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah secara yuridis-formal masuk dalam rezim hukum Pemilu di dalam
UUD 1945. Agar tidak menimbulkan banyak permasalahan lagi, maka UU No. 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga harus segera direvisi. Perlunya
segera dibentuk sistem peradilan Partai Politik dan Pemilu yang berada dalam satu
atap di bawah Mahkamah Konstitusi yang diharapkan akan memperkokoh sistem
penyelenggaraan ketatanegaraan yang lebih baik di masa mendatang dalam kerangka politik hukum yang berwatak responsif.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]