dc.description.abstract | Manusia melakukan suatu perkawinan bertujuan untuk membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia di dunia dan akhirat. Dalam melakukan
perkawinan, setiap Warga Negara Indonesia atau calon mempelai perkawinan
harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa
“Perkawinan adalah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya
dan kepercayaannya”. Kemudian dalam Pasal 2 ayat (2) juga dijelaskan bahwa “
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Syarat perkawinan dalam pasal diatas akan terpenuhi dan perkawinannya
sah secara agama dan hukum jika calon mempelai kawin dalam satu agama yang
sama, kemudian dicatat di hadapan pegawai pencatat Kantor Urusan Agama
(KUA) bagi yang beragama Islam dan di Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang
beragama bukan Islam. Namun, masalahnya akan berbeda dan rumit jika calon
mempelai hendak kawin dalam agama dan keyakinan yang berbeda. Lembaga
pencatat manakah yang berwenang mencatat perkawinan beda agama dan
siapakah yang akan mengawinkannya.Atas uraian fakta hukum diatas, penulis tertarik untuk membahas dan menganilisa perkawinan beda agama yang diputuskan pada Putusan MA. Reg. No. 1400/K/Pdt/1986 dalam skripsi penulis yang berjudul KEWENANGAN KANTOR CATATAN SIPIL (KCS) DALAM MENGAWINKAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Studi Putusan MA. Reg. No. Tujuan Penelitian skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang dipakai adalah pendekatan undang-undang. Skripsi ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum berpangkal pada prinsip-prinsip dasar yang bersifat umum menuju pada prinsip yang bersifat khusus,
menggunakan bentuk argumentasi. Hakim Mahkamah Agung (MA) memerintahkan lembaga pencatat KCS mengawinkan mempelai perkawinan beda agama dalam putusan MA Reg. No. 1400/K/Pdt/1986 karena menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UndangUndang No. 1 Tahun 1974, Pegawai Pencatat untuk perkawinan menurut agama Islam adalah mereka sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, sedangkan bagi mereka
yang beragama selain agama Islam adalah Pegawai Pencatat Perkawinan pada
Kantor Catatan Sipil. Kemudian pemohon berkehendak untuk melangsungkan
perkawinan tidak secara Islam dan dengan demikian haruslah ditafsirkan pula
tidak lagi menghiraukan status agamanya (in casu agama Islam) dan dalam
hal/keadaan yang demikian seharusnya Kantor Catatan Sipil sebagai satu-satunya
instansi yang berwenang untuk melangsungkan atau membantu melangsungkan
perkawinan bagi kedua calon suami isteri tidak beragama Islam wajib menerima
permohonan pemohon. Dari pertimbangan tersebut akhirnya Hakim Agung MA
memutuskan memerintahkan Pegawai Pencatat Kantor Catatan Sipil agar supaya
melangsungkan perkawinan pemohon dengan calon suami yang dikehendakinya.
Saran penulis adalah hendaknya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diperbaharui lagi. Jika perkawinan beda agama memang dilarang ataupun dibenarkan, hendaknya Negara harus memuat peraturan mengenai larangan dan ketentuan yang mengatur tentang perkawinan beda agama secara jelas dan tegas agar setiap Warga Negara Indonesia khususnya para Penegak Hukum tidak salah menafsirkan maksud dan amanat undang-undang. Selain itu hendaknya para pegawai/pejabat Negara melakukan tugas dan wewenangnya secara fungsional berdasarkan amanat peraturan perundangundangan yang berlaku. 1400/K/Pdt/1986).
Rumusan Masalah yang akan dibahas adalah apakah dasar pertimbangan
hakim memerintahkan lembaga pencatat Kantor Catatan Sipil (KCS)mengawinkan mempelai perkawinan secara beda agama dalam putusan MA Reg.
No. 1400/K/Pdt/1986. Kedua, apakah putusan MA Reg. No. 1400/K/Pdt/1986 dapat dianggap bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1983 Tentang Penataan Dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. | en_US |