dc.description.abstract | Berdasarkan analisa yang penulis lakukan, penerapan perjanjian baku
(standard contract) dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan obyek
kendaraan bermotor telah sesuai dengan Undang-undang yang berlaku asalkan
perjanjian baku tersebut tidak mengandung klausula eksonerasi dan tidak
melanggar Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Dalam praktek, pendaftaran jaminan fidusia tidak selalu
dilakukan oleh lembaga pembiayaan dikarenakan berbagai faktor, seperti jangka
waktu kredit yang tidak lama, nilai pinjaman yang kecil, debitur sudah dikenal
dengan baik oleh lembaga pembiayaan konsumen yang bersangkutan, akta
jaminan fidusia yang harus dibuat dalam bentuk akta notaris dan keberadaan
Kantor Pendaftaran Fidusia yang hanya terletak di ibukota propinsi, sehingga
menyulitkan kalangan notaris terutama yang berada di daerah kabupaten dan kota
yang sangat berjauhan dengan ibukota propinsi. Akibat hukum dan eksekusi
terhadap barang jaminan fidusia ada 2 (dua) bentuk, yaitu eksekusi terhadap
benda jaminan yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia dan eksekusi
terhadap benda jaminan yang tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.
Agar kosumen selalu meneliti dan membaca dahulu sampai mengerti akan
perjanjian baku yang akan ditandatangani kosumen sehingga konsumen dapat
mengetahui apakan perjanjian baku tersebut mengandung klausula eksonerasi atau
tdak. Konsumen juga harus memahami tindakan kreditor mana yang melanggar
hukum dan yang tidak melanggar hukum agar dapat mempertahankan haknya.
Lembaga pembiayaan adalah agar perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat
tidak melanggar Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perjanjian
Konsumen dan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
sehingga masing-masing pihak baik konsumen maupun lembaga pembiayaan
konsumen tidak ada yang dirugikan. | en_US |