Kebijakan Indonesia Meratifikasi United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)
Abstract
Berhasil ditandatanganinya ketentuan hukum internasional PBB, United
Nations Convention Against Corruption (UNCAC) oleh banyak negara di dunia,
membuktikan bahwa tindak pidana korupsi bukan hanya menjadi momok bagi bangsa
Indonesia, bahkan dunia internasional pun menyadari bahwa korupsi merupakan
musuh bersama yang harus diberantas. Jika masyarakat di Indonesia menganggap
bahwa negara ini merupakan negara yang korupsinya nomor satu di Asia, bahkan di
dunia, kini adanya konvensi tersebut menandakan maraknya korupsi di seluruh dunia.
Indonesia melakukan ratifikasi Konvensi Anti Korupsi. Kedua LSM yang
fokus terhadap pemberantasan korupsi ini, mendesak Pemerintah Indonesia untuk
meratifikasi Konvensi Antikorupsi PBB (United Nation Convention Against
Corruption/ UNCAC). Hal ini untuk mempermudah upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia. Salah satu keuntungan yang diperoleh Indonesia adalah kemudahan
melakukan ekstradisi para koruptor yang menyimpan hasil kejahatannya di negerinegeri
tetangga, seperti Singapura yang selama ini kita kenal sebagai tempat paling
aman untuk menyembunyikan hasil kejahatan korupsi.
Pemerintah Indonesia menandatangai Konvensi Antikorupsi di Markas Besar
PBB, New York, tanggal 18 Desember 2003 dan telah diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC
2003. Selama ini, kita masih kesulitan untuk melakukan pengembalian aset (asset
recovery) para koruptor yang telah berada di luar negeri. Dengan meratifikasi
konvensi tersebut, Indonesia bisa menggunakan konvensi tersebut sebagai instrument
baru dalam rangka asset recovery. Kejahatan korupsi sudah masuk kejahatan
transnasional yang pelakunya bisa lari kemana saja dan uangnya bisa disimpan
dimana saja, sehingga untuk mengatasinya tidak jarang dibutuhkan kerjasama dengan
negara-negara lain.