Show simple item record

dc.contributor.authorEllen Siska Susanti
dc.contributor.authorEllen Siska Susantix
dc.date.accessioned2014-01-27T15:11:52Z
dc.date.available2014-01-27T15:11:52Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM082010101020
dc.identifier.nimNIM082010101020
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25514
dc.description.abstractTerjadinya kegagalan terapi pada kebanyakan kanker yang diakibatkan oleh tingginya toksisitas sistemik dan timbulnya resistensi dari agen kemoterapi, mendorong para peneliti untuk mencari agen kemopreventif baru dengan efek toksisitas sistemik yang rendah untuk meminimalisir terjadinya kegagalan terapi kanker (Bredel, 2001). Salah satu usaha menemukan agen kemopreventif baru adalah melalui penelitian terhadap tanaman obat yang digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kanker. Salah satu kandidat yang berkhasiat sebagai antikanker adalah tanaman kedelai (Glycine max L.) (Koswara, 2006). Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk dalam famili Papilionaceae. Senyawa tumbuhan ini dilaporkan mempunyai sifat antikanker, antara lain : inhibitor protease, phitat, saponin, phitosterol, asam lemak omega-3 dan isoflavon. Di antara antikanker tersebut, perhatian terbesar ditujukan kepada isoflavon (Koswara, 2006). Isoflavon, senyawa fitoestrogen dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor (Kurahashi et al., 2007). Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistein, daidzein, dan glisitein (Ayuningtias, 2009). Penghambatan sel kanker oleh genistein dicapai melalui mekanisme penghambatan regulasi siklus sel yang menyebabkan ekspresi gen abnormal menurun sehingga menginduksi apoptosis sel abnormal (Peterson et al, 1997). Di samping berkhasiat antikanker, tanaman kedelai berpotensi dalam menurunkan insidensi osteoporosis (Koswara, 2006) dan resiko penyakit cardiovascular seperti penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah (Messina, et al. 2002, Johnston, 2003, Yildiz, 2005). Secara in vitro, sari kedelai terbukti dapat menghambat proses karsinogenesis (Pawiharsono, 2008). Berdasarkan hal tersebut, kedelai berpotensi sebagai agen kemopreventif baru termasuk untuk kanker kolon, maka dilakukan penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mengetahui apakah sari kedelai (Glycine max L.) mempunyai pengaruh terhadap apoptosis sel kanker kolon pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi 7,12- Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries082010101020;
dc.relation.ispartofseries082010101020;
dc.subjectTERHADAP APOPTOSIS SEL KANKER KOLON PADA TIKUS PUTIHen_US
dc.titleTerjadinya kegagalan terapi pada kebanyakan kanker yang diakibatkan oleh tingginya toksisitas sistemik dan timbulnya resistensi dari agen kemoterapi, mendorong para peneliti untuk mencari agen kemopreventif baru dengan efek toksisitas sistemik yang rendah untuk meminimalisir terjadinya kegagalan terapi kanker (Bredel, 2001). Salah satu usaha menemukan agen kemopreventif baru adalah melalui penelitian terhadap tanaman obat yang digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kanker. Salah satu kandidat yang berkhasiat sebagai antikanker adalah tanaman kedelai (Glycine max L.) (Koswara, 2006). Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk dalam famili Papilionaceae. Senyawa tumbuhan ini dilaporkan mempunyai sifat antikanker, antara lain : inhibitor protease, phitat, saponin, phitosterol, asam lemak omega-3 dan isoflavon. Di antara antikanker tersebut, perhatian terbesar ditujukan kepada isoflavon (Koswara, 2006). Isoflavon, senyawa fitoestrogen dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor (Kurahashi et al., 2007). Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistein, daidzein, dan glisitein (Ayuningtias, 2009). Penghambatan sel kanker oleh genistein dicapai melalui mekanisme penghambatan regulasi siklus sel yang menyebabkan ekspresi gen abnormal menurun sehingga menginduksi apoptosis sel abnormal (Peterson et al, 1997). Di samping berkhasiat antikanker, tanaman kedelai berpotensi dalam menurunkan insidensi osteoporosis (Koswara, 2006) dan resiko penyakit cardiovascular seperti penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah (Messina, et al. 2002, Johnston, 2003, Yildiz, 2005). Secara in vitro, sari kedelai terbukti dapat menghambat proses karsinogenesis (Pawiharsono, 2008). Berdasarkan hal tersebut, kedelai berpotensi sebagai agen kemopreventif baru termasuk untuk kanker kolon, maka dilakukan penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mengetahui apakah sari kedelai (Glycine max L.) mempunyai pengaruh terhadap apoptosis sel kanker kolon pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi 7,12- Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA.en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record