Show simple item record

dc.contributor.authorTITITYAS ASESANTI
dc.date.accessioned2014-01-27T05:06:21Z
dc.date.available2014-01-27T05:06:21Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM030710101229
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25249
dc.description.abstractMenurut Pasal 23 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam jo Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim menentukan bahwa dalam hal wali adhol atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut. Bagi mereka yang beragama Islam, ijin orang tua-wali merupakan syarat penting untuk sahnya suatu perkawinan. Bila orang tua-wali nikahnya enggan atau menolak maka yang bersangkutan yaitu mempelai wanita dapat mengajukan permohonan wali hakim sebagai pengganti wali nasabnya yang adhol dalam pelaksanaan akad nikah. Rumusan masalah meliputi 3 (tiga) hal, diantaranya : pertama, alasanalasan apa yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama terhadap permohonan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah; kedua, apa kedudukan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah; dan yang ketiga, pertimbangan hukum apa yang dipergunakan oleh Hakim dalam mengabulkan permohonan wali hakim sesuai dengan penetapan Pengadilan Agama nomor 036/Pdt.P/2006/PA.Jr. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji tentang alasanalasan yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama terhadap permohonan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah; untuk mengkaji tentang kedudukan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah serta untuk mengkaji pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh Hakim dalam mengabulkan permohonan wali hakim sesuai dengan Penetapan Pengadilan Agama Jember nomor 36/Pdt.P/2006/PA.Jr. Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah dengan menghubungkan dua pendekatan yaitu pendekatan Undang-undang (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan Undang-Undang adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93) Sedangkan untuk pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan dan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini penulis akan menelaah dan mengkaji penetapan Pengadilan Agama Jember nomor 36/Pdt. P/2006/PA.Jr. (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 94) Alasan-alasan wali nasab menolak menikahkan anak perempuannya sebagai berikut pada kasus-kasus yang sering terjadi umumnya disebutkan karena alasan : perbedaan status sosial antara calon istri dengan calon suami, baik dari segi keturunan kekayaan dan pendidikan, calon isteri berasal dari keluarga terpandang, sehingga sudah menjodohkan anak perempuannya dengan laki-laki pilihan orang tuanya itu, dan lain sebagainya. Setelah wali hakim tersebut menikahkan mempelai perempuan berdasarkan penetapan yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Agama bahwa wali nasab dari mempelai perempuan tersebut dinyatakan adhol maka selesai sudah kewajibannya dan kewajiban sebagai wali hakim dicabut kembali oleh Hakim Pengadilan Agama. Sedangkan hak yang mungkin saja timbul dari pelaksanaan akad nikah yaitu sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh wali nasabnya, misalnya saja dalam hal membatalkan pernikahan tersebut apabila ternyata terdapat syarat-syarat yang belum dilengkapi atau dengan kata lain wali nasabnya juga ikut berhak membatalkan pernikahan tersebut. Salah satu hal yang menjadi latar belakang hakim dalam memberikan suatu Penetapan wali adhol sedang wali nasabnya enggan atau menolak atau adhol adalah ingin mempermudah prosedur akad nikah. Perkawinan merupakan upaya positif dalam rangka hubungan lebih lanjut antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah di hadapan Allah SWT. Orang tua sebagai wali nikah yang sah pihak perempuan seharusnya berpihak pada tujuan dari perkawinan yang positif sesuai dengan kehendak anaknya dan menjadi wali akad nikah anaknya, sehingga tujuan dari perkawinan tersebut dapat tercapai. Dalam memberikan kebijaksanaan putusan penetapan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah oleh Pengadilan Agama, sebaiknya perlu untuk mempertimbangkan dengan berbagai faktor. Faktor tersebut dapat berupa faktor positif demi terlaksanakannya akad nikah antara kedua mempelai.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries030710101229;
dc.subjectKompilasi Hukum Islamen_US
dc.titleKEDUDUKAN YURIDIS WALI HAKIM DALAM PELAKSANAAN AKAD NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 2 TAHUN 1987 TENTANG WALI HAKIM (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jember Nomor : 36/Pdt.P/2006/PA.Jr )en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record