PRINSIP BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SYARIAH
Abstract
Pembiayaan bagi hasil menggunakan prinsip syariah berupa Mudharabah
yang merupakan pembiayaan yang dananya secara total (100%) diberikan oleh
Bank kepada nasabah dan nasabah sebagai pengelola usaha dari pembiayaan
tersebut, dimana keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan
(nisbah) yang disepakati. Nisbah tidak ditentukan secara mutlak baik dalam
peraturan perbankan Indonesia maupun dalam syariah Islam. Pemerintah
memberikan keleluasaan pada Bank untuk menentukan sendiri nisbahnya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka akan diteliti dan dibahas lebih lanjut
dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: “Prinsip Bagi Hasil
Dalam Pembiayaan Mudharabah Di Bank Syariah”.
Rumusan masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah mengenai
penerapan akad pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah) : Pertama,
bagaimanakah penerapan akad pembiayaan mudharabah. Kedua, bagaimanakah
upaya penanganan yang dilakukan oleh pihak bank dalam menangani pembiayaan
yang bermasalah yang terjadi dalam akad mudharabah. Ketiga, bagaimana
penerapan sanksi yang akan diberlakukan kepada mudharib bila ia melanggar
perjanjian dalam akad pembiayaan mudharabah. Metode penelitian dalam skripsi
ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (legal research). Pendekatan
masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Selanjutnya, bahan hukum
yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan disertai
bahan non hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji pada
skripsi ini. Hasil tersebut dianalisis menggunakan metode yang terarah dan
sistematis. Akhirnya ditarik kesimpulan yang memberikan deskripsi yang bersifat
preskriptif dan terapan.
Bahwa pada umumnya Bank Mandiri Syariah Cabang Jember memiliki
tipe pembiayaan Mudharabah Muqayyadah dan dalam penerapannya berpedoman
pada prinsip 5C serta aspek syariah. Pada prinsipnya pemberian pembiayaan
Mudharabah dapat dilakukan tanpa perlu adanya penyerahan jaminan oleh nasabah; Bahwa upaya penanganan atas pembiayaan Mudharabah bermasalah
dapat dilakukan melalui langkah penyelamatan, apabila pembiayaan masih ada
harapan kembali kepada Bank dan langkah penyelesaian, apabila pembiayaan
sudah tidak ada harapan kembali kepada Bank; Bahwa penerapan sanksi yang
diberlakukan pada nasabah (Mudharib) mampu tapi menunda-nunda pembayaran
hutangnya dapat dikenakan sanksi yang didasarkan pada prinsip Ta’zir, yaitu
bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi
dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Jika ada denda maka nasabah
langsung menghubungi amil zakat (LAZ) yang dimiliki bank syariah tersebut,
disini Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan Laznas BSM Ummat-nya untuk
menzakatkan dendanya.
Diharapkan pihak-pihak yang terkait dalam masalah perbankan khususnya
Bank Syariah lebih mensosialisasikan keberadaannya, terutama terhadap persepsi
sebagian masyarakat yang pro dan kontra terhadap halal dan haramnya riba atau
bunga serta terhadap keunggulan konsep perbankan yang berdasarkan kemitraan.
Selain itu meningkatkan pelayanan, profesionalisme dan sumber daya manusia
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi juga menggiatkan
peran serta pengusaha kecil terutama dalam penyediaan pembiayaan serta
persyaratan jaminan dipermudah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]