dc.contributor.author | FENDY ADITIYA SISWA YULIANTO | |
dc.date.accessioned | 2014-01-27T01:27:24Z | |
dc.date.available | 2014-01-27T01:27:24Z | |
dc.date.issued | 2014-01-27 | |
dc.identifier.nim | NIM070710101058 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/24812 | |
dc.description.abstract | Lembaga perbankan secara pontensiil sangat rawan terhadap berbagai
bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Pelanggaran hukum yang dimaksud disini tidak saja perbuatan yang melanggar
postulat hukum perbankan nasional maupun pidana positif, melainkan juga
perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat serta asas
dan prinsip perbankan. Pemblokiran rekening simpanan guru oleh sebuah bank
tanpa persetujuan pemilik rekening yang hanya didasarkan pada surat
permohonan dari pejabat Kepala Dinas Pendidikan menjadi sebuah permasalahan
tersendiri di lapangan. Karena aparat hukum mengalami hambatan untuk
menentukan tindak lanjut atas laporan perbuatan tersebut.
Rumusan masalah dalam skripsi ini meliputi pertama Apakah pemblokiran
rekening oleh Bank didasarkan pada kewenangan yang diatur dalam UndangUndang
Perbankan,
kedua
Apakah
pemblokiran
rekening
nasabah
oleh
bank
tanpa
persetujuan
pemilik
rekening
merupakan
perbuatan
pidana.
Secara metodologis tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah yuridis normatif (Legal Research) dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan konseptual
(conceptual aproach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Metode analisa bahan
hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deduksi. Penggunaan
metode ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis
minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah:
1. Kewenangan pemblokiran rekening oleh bank diatur secara parsial
dalam beberapa Peraturan Perundang-undangan. Namun dalam
Peraturan Perundang-undangan tersebut telah ditentukan dengan tegas siapa dan dalam hal apa pemblokiran dapat dilakukan. Hal ini
membuat bank harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang diatur
dalam perundang-undangan tersebut. Pemblokiran dapat dilakukan
apabila nasabah pemilik rekening diduga terlibat suatu tindak pidana,
ia ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa. Pihak yang berhak
memintakan pemblokiran yaitu aparat penegak hukum seperti;
penyidik, penuntut umum atau hakim yang memeriksa nasabah
tersebut. Pemblokiran juga dapat dilakukan atas inisiatif nasabah jika
nasabah menjadi korban kejahatan. Namun apabila bank memblokir
tanpa sepengetahuan dan kuasa nasabah hanya didasarkan pada surat
permohonan yang dikirim oleh Pejabat Kepala Dinas Pendidikan hal
itu tidak dapat dibenarkan. Karena menyimpang dari ketentuan UU
No. 10 Tahun 1998 jo UU No. 8 Tahun 2010 jo. UU No. 20 Tahun
2001 Jo PBI No 2/19/PBI/2000.
2. Pemblokiran rekening nasabah tanpa persetujuan pemilik rekening
yang dilakukan oleh Bank BNI 46 Jember yang didasarkan atas surat
permohonan dari Pejabat Kepala Dinas Pendidikan Jember dapat
dikatakan sebagai tindakan yang melanggar prinsip ketaatan bank yang
diatur dalam UU Perbankan. Perbuatan yang dilakukan oleh bank patut
diduga merupakan perbuatan pidana karena menyalahi Pasal 50
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu
perbuatan tersebut juga menyalahi Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehubungan dengan
pertanggungjawaban pidana terdapat dua pilihan. Apabila yang
diterapkan adalah UU Perbankan maka hanya Pimpinan Bank tersebut
yang bertanggungjawab namun apabila mengunakan karena UU
Perbankan tidak mengakomodir korporasi sebagai subjek hukum
pidana namun jika UU Tipikor yang diterapkan maka tidak hanya
Pimpinan Bank yang dapat dituntut dan dijatuhi pidana tetapi juga
Bank sebagai korporasi.
Saran dalam skripsi ini adalah: 1) Perlu adanya pengaturan terkait
pemblokiran yang terintergal dalam satu sistem dalam Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, hal ini ditujukan agar terjaga sistem yang sehat dalam dunia
perbankan dan dalam rangka upaya melindungi kepentingan nasabah; 2) Perlu
kiranya aparat penegak hukum melanjutkan proses pemeriksaat terkait kasus yang
terjadi di Bank BNI 46 Jember, hal ini mengingat pemblokiran yang dilakukan
oleh bank terhadap rekening-rekening milik guru didasarkan pada suatu perintah
yang tidak sah menurut undang-undang dan melanggar ketentuan Pasal 50 UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan/atau Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3) Bank Indonesia perlu lebih jeli
menempatkan diri dan melihat permasalahan. Sebagai Bank Sentral BI harus
mampu menjalankan fungsi pengawasan yang ketat. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 070710101058; | |
dc.subject | PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH OLEH BANK BNI 46 JEMBER TANPA PERSETUJUAN PEMILIK REKENING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA | en_US |
dc.title | PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH OLEH BANK BNI 46 JEMBER TANPA PERSETUJUAN PEMILIK REKENING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA | en_US |
dc.type | Other | en_US |