KAJIAN YURIDIS-KOMPARATIF TENTANG PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KONSTITUSI AFRIKA SELATAN
Abstract
Unsur-unsur negara hukum setidaknya ada beberapa hal yaitu adanya
prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, adanya pengakuan/jaminan
terhadap hak-hak asasi, dan adanya pemisahan kekuasaan negara/pembagian
kekuasaan. Melalui perubahan ke 3 (tiga) UUD 1945 pada Pasal 24C ayat (1)
yang kemudian dijelaskan secara rinci melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi maka Indonesia secara formal telah
mempunyai Mahkamah Konstitusi. MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan salah
satu perwujudan riil bagaimana suatu negara menyikapi atas terbentuknya cita
negara hukum. Indonesia merupakan negara ke–78 sebagai negara yang
mempunyai Mahkamah Konstitusi di dunia dan MKRI (Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia) merupakan MK pertama yang dibentuk pada Abad ke–20.
Kedudukan dan peranan Mahkamah Konstitusi berada pada posisi strategis
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Kehadiran Mahkamah Konstitusi di
Indonesia merupakan keniscayaan atau keharusan konseptual, yang menurut
sifatnya bahkan dapat dikatakan paradigmatik, sebagai akibat dilakukannya
perubahan fundamental terhadap UUD 1945. Sebab, perubahan tersebut telah
mengubah secara mendasar penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan di
Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis (democratische rechsstaat) dan
sekaligus negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy).
Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya
pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap
pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir
ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, selain sebagai penjaga konstitusi (the
guardian of the constitution), MK juga merupakan penafsir tertinggi konstitusi
(the sole intrepeter of constitution). Bahkan, Mahkamah Konstitusi juga
merupakan pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).
Untuk melakukan kontrol yudisial, maka lembaga peradilan adalah
pilihannya. Kontrol yudisial salah satunya yaitu pengujian peraturan perundangundangan,
hal ini juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan.
Bahkan Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan diberi kewenangan penuh untuk menguji peraturan perundang-undangan mulai dari tingkatan terendah sampai
yang tertinggi. Perlunya kontrol yudisial dalam sistem ketatanegaraan disuatu
negara merupakan salah satu bentuk check and balances sehingga dapat terjadi
keseimbangan antar lembaga negara yang akhirnya akan dapat dengan mudah
mewujudkan cita-cita atau tujuan negara tersebut (baik Indonesia maupun Afrika
Selatan).
Metode penelitian meliputi tipe penelitian yuridis-normatif, pendekatan
masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundangundangan
(statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach),
dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta legal principle approach
(asas-asas hukum). Sumber bahan hukum, penyusunan skripsi ini menggunakan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan penelitian
tersebut kemudian diuraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan
yang dajukan hingga sampai pada kesimpulan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada pembahasan, maka
kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : Pertama, mengenai hak uji
materiil terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia dikenal ada 2 (dua)
jenis sistem pengujian peraturan perundang-undangan. Pertama adalah sistem
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yang berada di bawah
otoritas Mahkamah Konstitusi; dan Kedua adalah sistem pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, yang
berada di bawah otoritas Mahkamah Agung. Di Afrika Selatan, pengujian
peraturan perundang-undangan semua berada di bawah otoritas Mahkamah
Konstitusi Afrika Selatan sepenuhnya, sehingga dapat meminimalisir akan adanya
pertentangan kewenangan dan putusan antar lembaga penguji peraturan
perundang-undangan. Kedua, bahwa untuk mengawal konstitusi, Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia mempunyai kewenangan menangani perkaraperkara
konstitusi dan ketatanegaraan tertentu. Sedangkan Mahkamah Konstitusi
Republik Afrika Selatan merupakan satu-satunya lembaga kekuasaan kehakiman
yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara
konstitusional Ketiga, konsep pengujian peraturan perundang-undangan di
Indonesia berada di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, perlu adanya konsep tingkatan peradilan mengenai pengujian peraturan
perundang-undangan, dan Mahkamah Konstitusi juga menjadi lembaga peradilan
yang menangani banding atas perkara konstitusional.
Saran penulis, Pertama, perlu diadakan sentralisasi pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Kedua, perlu juga memasukkan konsep Mahkamah Konstitusi yang bertingkat
seperti yang terjadi di MK Afrika Selatan. Ketiga, kewenangan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia perlu ditambah lagi dengan konsep pengujian
beschicking dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjadi peradilan
tingkat banding atas perkara khusus yang menyangkut konstitusional
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]