PEMBATALAN PUTUSAN PAILIT AKIBAT ADANYA UTANG YANG TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN SECARA SEDERHANA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA (Kajian Putusan Mahkamah Agung RI. No. 704.K/Pdt.Sus/2012)
Abstract
Tujuan dari penulisan Skripsi ini terdiri dari tujuan umum yakni untuk
memenuhi serta melengkapi salah satu persyaratan akademis, juga mencapai gelar
Sarjana Hukum pada Universitas Jember dan tujuan khusus yaitu Pertama, untuk
mengkaji dan menganalisis wanprestasi dalam perjanjian kerjasama yang
dianggap sebagai utang kepailitan. Kedua, Untuk mengkaji dan menganalisis
kriteria utang yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana dalam mengajukan
permohonan pailit. Ketiga, Untuk Mengkaji dan menganalisis Ratio Decidendi
(pertimbangan hakim) dalam Putusan Mahkamah Agung RI perkara No.
704.K/Pdt.Sus/2012. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif
dengan metode pendekatan undang-undang, konseptual, dan studi kasus terhadap
putusan Mahkamah Agung RI. Perkara No.704.K/Pdt.Sus/2012. Bahan hukum
yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan non hukum. Analisis yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu suatu
metode berpangkal dari hal yang bersifat khusus atau suatu pengambilan
kesimpulan dari pembahasan mengenai permasalahan yang bersifat umum menuju
permasalahan yang bersifat khusus. Tinjauan Pustaka dalam penulisan Skripsi ini
memuat uraian yang sistematik tentang asas, teori, konsep, dan pengertian-
pengertian yuridis yang relevan yaitu mencakup: Perjanjian, Kepailitan, Syaratsyarat
Kepailitan, Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Kepailitan,
Pembuktian, dan Putusan.
Hasil dari penelitian Skripsi ini adalah Berdasarkan pemaparan pada babbab
sebelumnya,
sebagai
hasil
dari
kajian
dan
analisis
dalam
penulisan
skripsi
ini,
maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :1) Wanprestasi dalam Perjanjian
Kerjasama dapat diartikan sebagai utang kepailitan apabila Perjanjian Kerjasama
tersebut menimbulkan kerugian yang sudah pasti bagi kreditor dan dapat
dibuktikan secara sederhana, sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU yang bunyinya : “permohonan pernyataan pailit harus
dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana
bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) telah dipenuhi”. Sebaliknya, wanprestasi tidak dapat dikatakan sebagai
utang pailit apabila tidak sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU. 2) Kriteria utang yang tidak dapat dibuktikan secara
sederhana adalah utang yang tidak jelas dan belum pasti, yang memerlukan
pembuktian lebih lanjut tentang eksistensi utang tersebut melalui gugatan ke
Pengadilan Negeri sampai Putusannya mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Kriteria utang yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana dalam kepailitan
tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit. 3)
Analisa Ratio Decidendi (pertimbangan hukum) Hakim dari Putusan Mahkamah
Agung RI No. 704. K/ Pdt. Sus/ 2012, ada 2 pertimbangan hakim yang paling
mendasar, yaitu: 1)Pengadilan Niaga tidak berwenang untuk memeriksa suatu
perkara yang menjadi kewenangannya, karena adanya pilihan hukum yang telah
disepakati oleh para pihak dalam Perjanjian Kerjasama. Dalam Perjanjian
kerjasama tersebut para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Konsekuensi hukumnya, Hakim Pengadilan
Niaga tidak boleh intervensi atau campur tangan untuk mengurangi, menambah,
atau menghilangkan isi perjanjian; karena para pihak dalam membuat perjanjian
telah mematuhi Pasal 1338 KUH Perdata, sehingga isi perjanjian tersebut berlaku
mengikat seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. 2) Tidak
adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dalam kepailitan,
menjadikan kewenangan Pengadilan Niaga untuk memeriksa suatu perkara
kepailitan hapus. Pengadilan Niaga memiliki kewenangan untuk menangani
perkara kepailitan yang memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yaitu adanya satu utang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih, serta adanya minimal 2 kreditor.
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, sebagai hasil dari
kajian dan analisis dalam penulisan skripsi ini, maka disarankan sebagai berikut :
1) Hendaknya pemohon pernyataan pailit harus benar-benar mengerti apa saja
yang menjadi syarat dalam kepailitan agar permohonannya dikabulkan. 2)
Hendaknya Pemerintah dan DPR merubah dan menyempurnakan Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU, sehingga ada pedoman yang pasti mengenai pembuktian
sederhana dalam memeriksa dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit,
agar tidak ada perbedaan penafsiran di antara hakim pengadilan Niaga dan hakim
Pengadilan Niaga tingkat Kasasi demi kepastian hukum. 3)Hendaknya Pengadilan
Niaga dan Mahkamah Agung harus lebih berhati-hati dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara kepailitan, agar tidak ada pihak yang dirugikan hak nya
dengan putusan tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]