ANALISIS YURIDIS PENYIDIKAN IN ABSENSIA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor: 630/Pid.B/2010/PN.Sda)
Abstract
Korupsi merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang sangat sulit diberantas di
Indonesia. Pada era reformasi ini, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi diperlukan suatu
terobosan baru, terobosan tersebut haruslah mampu menembus segala hambatan-hambatan
yang ada. Hal tersebut dipahami oleh pembuat Undang-Undang Tindak pidana Korupsi, di dalam
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dibuatlah suatu pengecualian. Seiring dengan
berkembangnya waktu pada pemeriksaan di peradilan dalam tindak pidana korupsi diberlakukan
aturan khusus yang mengatur bahwa tanpa kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah di
sidang pengadilan, persidangan tetap dapat dilanjutkan. Hal ini dipertegas pada pasal 38 ayat (1)
Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 atas perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mewajibakan terdakwa hadir dipersidangan.
Ketidakhadiran terdakwa dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana korupsi tidaklah berlaku
juga pada acara penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan berdasarkan hukum
acara pidana yang berlaku kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Hal ini juga dapat terlihat
dari kasus yang ada didalam Putusan Nomor 630/Pid.B/2010/PN.SDA yang dimana terdakwanya
tidak hadir dalam tiap tahapan pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan di penyidikan sampai dengan
pemeriksaan di pengadilan dikarenakan terdakwanya melarikan diri (DPO).Pada putusan ini, terdakwa di putus melalui peradilan in absensia, yang dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi diperbolehkan dilakukan peradilan
in absensia terhadap terdakwa pelaku tindak pidana korupsi yang sebelumnya telah dilakukan
pemanggilan secara sah kepada terdakwa. Hal yang menarik dari putusan ini ialah, bahwa
terdakwa yaitu Dr . BAGOES SOECIPTO, S.SPJP ternyata tidak pernah hadir tidak hanya dalam
pemeriksaan di pengadilan saja, tetapi sejak tahap pemeriksaan di penyidikan.
Rumusan Masalah dari skripsi ini ialah “Apakah proses penyidikan terhadap terdakwa
dalam Putusan Nomor : 630/Pid.B/2010/PN.Sda telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?” Dan “Apakah pembuktian terhadap terdakwa yang in absensia telah
sesuai dengan asas-asas dalam Kitab Hukum Acara Pidana?”.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis dan
mengetahui proses penyidikan yang tidak dihadiri terdakwa (in absensia) dalam putusan tersebut
apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan untuk mengetahui
apakah pembuktian terhadap terdakwa yang in absensia telah sesuai dengan asas prinsip keadilan.
Guna mendukung agar menjadi karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,
maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif;
pendekatan masalah berupa pendekatan perundang-undangan (statute approach), studi kasus
(case study), dan pendekatan konseptual (conceptual approach); bahan hukum yang digunakan
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan non bahan hukum; serta analisis
bahan hukumnya bersifat preskriptif yang didasarkan pada norma-norma dan aturan hukum.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian pembahasan di atas adalah sebagai berikut:
bahwa keputusan Jaksa Penuntut Umum untuk tetap melimpahkan berkas pemeriksaan tersangka
ke Pengadilan guna dilakukannya peradilan terhadap tersangka tidaklah tepat, hal ini dikarenakan
dalam Berita acara pemeriksaan tersangka, diketahui bahwa tersangka tidak pernah hadir dalam
pemeriksaan di penyidikan, sehingga dalam hal ini Berita acara Pemeriksaan tersangka seharusnya
dapat dinyatakan ditutup demi hukum, dengan dasar hukum mengacu pada pasal 8, dimana
Penyidik didalam melakukan tahapan penyidikan, selain melimpahkan berkas perkara guna
diperiksa, penyidik juga menyerahkan tersangka untuk dilakukan pemeriksaan terhadapnya. Jika
Jaksa Penuntut Umum tetap melimpahkan perkara ini ke Pengadilan, maka secara tidak langsung
Jaksa Penuntut Umum telah melanggar asas keseimbangan dan asas praduga tak bersalah, dimana
dalam hal ini hak-hak tersangka untuk membela diri telah diabaikan. Adapun saran dari penulis
dalam skripsi ini adalah Jaksa dapat lebih teliti dalam mengambil keputusan, apakah berita acara
pemeriksaan tersangka telah layak dilimpahkan ke pengadilan atau tidak dan apakah sudah
memenuhi ketentuan pasal 8 KUHAP atau tidak.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]