Show simple item record

dc.contributor.authorNURUL FURQON
dc.date.accessioned2013-12-02T07:45:48Z
dc.date.available2013-12-02T07:45:48Z
dc.date.issued2013-12-02
dc.identifier.nimNIM060710101144
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2412
dc.description.abstractPerkawinan yang dilakukan oleh penghayat kepercayaan kini telah mendapat pengakuan dari negara dengan diundangkannya Undang-Undang No. 23 tahun 2006 beserta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007. Peraturan Perundang-undangan ini merupakan kejelasan dari UndangUndang Dasar 1945 menyangkut Hak Asasi Manusia menguraikan secara rinci mengenai hal tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya lebih lanjut dalam skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN BERDASARKAN PP. NO. 37 TAHUN 2007 DAN UU. NO. 1 TAHUN 1974.” Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah mengenai sah atau tidakkah perkawinan yang dilangsungkan oleh para penghayat kepercayaan jika dilihat menurut segi Hukum Negara, dan apa saja akibat hukum yang ada bila perkawinan antar sesama penghayat kepercayaan dilangsungkan juga mengenai lembaga manakah yang diberikan kewenangan untuk mencatat perkawinan yang dilangsungkan oleh penghayat kepercayaan di Indonesia. Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif, dan pendekatan konseptual, dengan menggunakan bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 1 tahun 1965, Undang-Undang No. 1 tahun 1974, Undang-Undang No. 23 tahun 2006, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2010 dan bahan hukum sekunder serta bahan non hukum berupa buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, kamus, makalah dan internet. Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, perkawinan penghayat kepercayaan telah sah menurut hukum negara dengan bukti telah dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tentang itu yakni Undang-Undang No. 23 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007, dan pengertian Pasal 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang syarat sahnya perkawinan tetap digunakan untuk pengertian sah atau tidaknya perkawinan di Indonesia. Kedua, akibat hukum dilangsungkannya perkawinan oleh penghayat kepercayaan yaitu adanya hak dan kewajiban suami istri yang wajib ditaati oleh suami dan istri juga bila perkawinan keduanya tidak sah maka berlaku pasal 43 Undang-Undang no. 1 tahun 1974 yakni anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja. Ketiga, lembaga yang berwenang mencatat perkawinan bagi penghayat kepercayaan menurut Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 yakni Badan Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Saran dalam skripsi ini adalah Pertama, walaupun peraturan mengenai perkawinan penghayat kepercayaan telah diundangkan akan tetapi masyarakat masih sulit untuk mencatatkan perkawinannya karena penerapan/sosialisasinya masih belum menjangkau secara luas. Kedua, dalam melangsungkan perkawinan penghayat kepercayaan hendaknya mentaati dan menyadari hak dan kewajiban masing-masing suami istri.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101144;
dc.subjectPERKAWINAN YURIDIS , PENGHAYAT KEPERCAYAANen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN BERDASARKAN PP. NO. 37 TAHUN 2007 DAN UU. NO 1 TAHUN 1974.en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record