Show simple item record

dc.contributor.authorSEMBODO SUKMAMUKTI
dc.date.accessioned2014-01-25T03:42:47Z
dc.date.available2014-01-25T03:42:47Z
dc.date.issued2014-01-25
dc.identifier.nimNIM050710101195
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/24033
dc.description.abstractSkripsi ini membahas masalah mekanisme pengaturan dan penetapan calon terpilih dalam pemilu legislatif 2009 di Indonesia pasca Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008, dengan membandingkannya didasarkan atas Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e UU No. 10 Tahun 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sekunder, sedangkan analisis bahan hukum adalah dengan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan dari skripsi kali ini adalah sebagai berikut penetapan calon terpilih untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari partai politik peserta pemilu didasarkan pada nomor urut lebih kecil di antara calon legislatif yang memenuhi ketentuan minimal 30 persen BPP diganti dengan didasarkan atas peringkat suara sah terbanyak yang diperoleh tiap calon legislatif sesuai perolehan kursi partai politik peserta pemilu pada daerah pemilihan yang bersangkutan tanpa harus calon legislatif memiliki suara sekurang-kurangnya 30 persen BPP. Khusus untuk penetapan calon DPR terpilih masih digunakan parliamentary threshold yaitu sebesar 2.5 persen. Mekanisme penetapan calon terpilih dalam pemilu legislatif 2009 di Indonesia di atur dengan Peraturan KPU No. 15 Tahun 2009 yang diubah dengan Peraturan KPU No. 26 Tahun 2009 pada intinya memiliki dua aspek pokok pengaturan yaitu penetapan calon legislatif terpilih didasarkan atas perolehan kursi partai politik peserta Pemilu dan suara sah nama calon yang tercantum dalam DCT anggota legislatif di setiap daerah pemilihan serta penetapan calon terpilih anggota legislatif di setiap daerah pemilihan, didasarkan atas peringkat suara sah terbanyak sesuai perolehan kursi partai politik peserta pemilu pada daerah pemilihan yang bersangkutan. Saran Penulis dalam dalam skripsi kali ini adalah hendaknya legislatif sebagai pembuat Undang-Undang Pemilu agar lebih mempertimbangkan juga aspek keberlakuan ketentuan undang-undang tersebut di masyarakat. Selain itu di masa pemilu legislatif yang akan datang penetapan calon anggota legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak sebaiknya diatur dalam peraturan setingkat undang-undang, agar lebih aman dan konstitusional.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050710101195;
dc.subjectMAHKAMAH KONSTITUSIen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS NORMATIF PEMILU LEGISLATIF 2009 SEBELUM DAN SESUDAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 22-24/PUU-VI/2008en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record