KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PHPU.D-VIII/2010)
Abstract
Penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah yang terjadi dan
dilakukan Mahkamah Konstitusi pasti mendapat perlawanan dari pihak-pihak
tertentu, yang merasa dirugikan, termasuk diantaranya penyelenggara Pemilihan
Umum sendiri, yang telah menetapkan hasil pemilihan umum kepala daerah
tertentu, yang sesungguhnya dipengaruhi oleh satu proses yang tidak serasi
dengan prinsip konstitusi, dalam melaksanakan kewenangan untuk menguji
permohonan berkaitan perselisihan hasil pemilihan umum, MK telah menerbitkan
Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang Pedoman Beracara dalam
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yaitu PMK No. 15 Tahun 2008
tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala
daerah.
Contoh kasus pada sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten
Lamongan, yang menyangkut persoalan apakah surat suara yang dicoblos tembus
pada bagian lain, tetapi tidak menembus kotak pasangan calon Bupati peserta
pemilukada lainnya, dianggap sah, sehingga dapat diperhitungkan dalam
perolehan suara pasangan calon
Permasalahan dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah keabsahan suara dalam perhitungan surat suara pemilukada
atas putusan MK No. 27/PHPU.D-VIII/2010 Mengenai Perselisihan hasil
Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilukada itu
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi?
Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat
yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan
mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan
masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode
pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer,
sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum.
Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam
rumusan masalah.
Keabsahan surat suara yang coblos tembus sah atau tidak timbul dari surat KPU
Nomor 313/KPU/V/2010 tertanggal 25 Mei 2010, yang menyatakan bahwa surat
suara yang coblos tembus sah, akan tetapi tidak berlaku surut, sedangkan
berdasarkan Surat Edaran KPU Kabupaten Lamongan Nomor 164/KPULMG.014.329744/V/2010 tanggal 21 Mei 2010 kepada seluruh PPS dan KPPS yang menyatakan surat suara coblos tembus harus dihitung sebagai surat suara
tidak sah. Dalam hal ini, MK sebelum memberikan putusan akhir, dalam Putusan
Sela memerintahkan penangguhan Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil
Rekapitulasi Penghitungan Suara dan memerintahkan KPU untuk menghitung
ulang surat suara pada seluruh kotak suara di Kabupaten Lamongan dengan
menerapkan surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 tanggal 25 mei 2010 yang
menyatakan coblos tembus dihitung sebagai suara sah, jika tidak mengenai kolom
pasangan calon lain, dan dilaporkan kembali dalam waktu 30 (tigapuluh) hari.
Proses penyelesaian sengketa hasil pemulikada di atas adalah dengan melalui
mekanisme persidangan sebagaimana yang telah diatur dalam PMK No. 15 Tahun
2008 Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala
Daerah, yang pada dasarnya sama dengan hukum acara sengketa hasil Pemilu
Legislatif dan Pilpres. Diantaranya meliputi proses Pengajuan Permohonan dan
Registrasi Perkara, persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim, dan penjatuhan
putusan oleh MK.
Saran penulis, Pertama, untuk menghindari coblos tembus yang dapat
mengakibatkan suaranya tidak sah untuk menghindari terjadinya hal tersebut,
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota perlu mengadakan bimbingan teknis
sebelum pemungutan suara bagi para anggota KPPS agar pemilih tidak keliru
dalam pembukaan surat suara, dan perlu diadakannya revisi pada peraturan KPU
Nomor 72 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan dan
Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Di Tempat Pemungutan Suara, yang pada intinya menyatakan bahwa suara sah
jika tanda coblos hanya pada salah satu pasangan calon atau coblos dua kali tetapi
masih dalam satu kolom, harus menambahkan ketentuan lebih lanjut apabila
terjadi coblos tembus, suara pada surat suara dinyatakan sah sepanjang coblos
tembus tersebut tidak mengenai kolom pasangan calon lainnya. Kedua, karena
Putusan MK dalam masalah PHPU bersifat final dan mengikat, maka KPU
Kabupaten Lamongan sebagai penyelenggara Pemilu disarankan agar melaksanakan Putusan itu secara konsekuen.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]