ANALISA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 17 PUU-VI/2008 MENGENAI INCUMBENT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DALAM KERANGKA GOOD GOVERNANCE
Abstract
Salah satu permasalahan pelaksanaan Pilkada yang menjadi isu hangat adalah polemik tentang incumbent, dimana polemik ini muncul pasca disyahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang berkenaan dengan pengunduran diri calon incumbent yang tercantum dalam pasal 58 huruf q yang berbunyi: “mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang masih menduduki jabatannya”. Yang mana Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan judicial review yang diajukan oleh mantan Gubernur Lampung Sjachroedin (Pemohon) yang berakhir dengan dikabulkannya permohonan tersebut dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 17/PUU-VI/2008 yang membatalkan Pasal 58 huruf q Undang-Undang No.12/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan Pasal 58 huruf q tersebut merugikan haknya untuk memegang masa jabatan sebagai Gubernur Lampung yang seharusnya masih diembannya sampai 2 Juni 2009. Selain itu ketentuan Pasal 58 huruf q tersebut menyebabkan adanya perbedaan perlakuan bahwa syarat incumbent untuk mengundurkan diri tidak diberlakukan pada pejabat negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 ayat (5) huruf h dan i Undang-Undang No.12/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Karena sifat putusan Mahkamh Konstitusi itu final dan mengikat, tak dapat dipungkiri dapat memicu proses politik yang menimbulkan akibat pada sistem ketatanegaraan dan menciptakan persoalan hukum baru .
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]