KEKUATAN HUKUM AKTA PADA AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH BANK SYARIAH YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
Abstract
Penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian yurisdis
normative (legal research). Pendekatan masalah yang diguanakan adalah Pendekatan
undang-undang (statute approach) pendekatan konseptual (conceptual approach).
Selanjutnya bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder.
Hasil analisis tersebut menggunakan metode yang terarah dan sistematis dan akhirnya
dapat ditarik kesimpulan yang memberikan deskripsi yang bersifat prespektif dan
terapan. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kekuatan
hukum akta pada akad pembiayaan mudharabah pada bank syariah yang dibuat oleh
notaris. Belum adanya perangkat hukum bagi notaris untuk membuat suatu akad
untuk bank syariah yang menarik untuk dikaji. Sebagai pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik notaris dibutuhkan oleh bank syariah untuk
membuat suatu akad, agar akad-nya memiliki kekuatan hukum yang sempurna,
karena akad yang dibuat oleh bank syariah sendiri sebagai pihak pertama si pemberi
dana adalah dibawah tangan. Notaris juga dibutuhkan oleh bank syariah untuk
membuat akta bagi nasabah yang memberikan jaminan dalam akad-nya sesuai
dengan Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/ IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh) untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
xiii
Pada pembuatan akta pada akad bank syariah yang dibuat oleh notaris ada
kemungkinan jika terjadi kesalahan yang mengakibatkan akta tersebut dikategorikan
cacat hukum, mengingat belum adanya perangkat hukum yang khusus mengatur
tentang notaris yang membuat akad bank syariah. Hal cacat hukum juga dapat
diakibatkan tidak terpenuhinya syarat formal, syarat materiil suatu akta dan karena
penyalahgunaan wewenang oleh notaris. Berasal dari cacat hukum suatu akta ada
suatu kerugian yang ditimbulkan bagi para pihak, maka para pihak dapat melakukan
penyelesaian di Pengadilan Agama, Pengadilan Umum, BASYARNAS, MPD dan
dapat pula melalui alternative penyelesaian sengketa dengan negosiasi.
Dari penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan secara singkat bahwa
pertama: akad pembiayaan mudharabah yang dibuat oleh notaris adalah akad
pembiayaan mudharabah yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, sedangkan
akad pembiayaan mudharabah yang dibuat oleh bank syariah dengan nasabahnya
memiliki kekuatan pembuktian dibawah tangan. Kedua: dalam hal notaris membuat
akad pembiayaan mudharabah yang mengandung cacat hukum maka akan berlaku
prinsip tanggung jawab liability mutlak, dengan gugatan ganti rugi sebagai sanksi
karena adanya unsur perbuatan melawan hukum. Ketiga: upaya penyelesaian akad
pembiayaan mudharabah yang cacat hukum dapat melalui Pengadilan Agama,
Pengadilan Negeri, Basyarnas, Majelis Pengawas Daerah, dan alternatif penyelesaian
sengketa lainnya berupa negosiasi. Dari pemaparan secara singkat tentang penulisan
skripsi ini penulis memberi saran pertama: kepada notaris agar menambah
pengetahuannya tentang aspek hukum Islam yang digunakan bank syariah dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan notaris syariah, kedua: kepada bank syariah agar
mempercayakan pembuatan akad pembiayaan mudharabahnya kepada notaris untuk
menjamin kepastian hukumnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]