dc.description.abstract | Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum disamping perbuatan
keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibatakibat
hukum
bagi
keduanya,
yaitu
berupa
hak
dan
kewajiban.
Sedangkan
sebagai
perbuatan
keagamaan karena didalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan
ajaran dan kepercayaan masing-masing agamanya. Dewasa ini banyak kita jumpai
perkawinan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh UndangUndang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan itu hanya
dilakukan dan sah menurut agama dan kepercayaannya saja, tetapi tidak sah
menurut hukum karena tidak dicatatkan di Kantor Urusan agama (KUA) atau
Kantor Catatan Sipil (KCS). Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat
belum sadar hukum tentang pelaksanaan perkawinan. Secara materiil sudah
dipenuhi persyaratan perkawinan hukum Islam, tetapi formal yuridis tidak
memenuhi persyaratan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya. Perkawinan seperti itu di sebut
perkawinan sirri. Inilah suatu hal yang perlu diuji kebenarannya baik dari sudut
Undang-undang yang masih ada dan berlaku maupun dari sudut hukum Islam.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji dalam
suatu karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “PERKAWINAN SIRRI
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN”.
Rumusan masalah penulisan skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yakni :
Pertama, Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 terhadap perkawinan sirri; Kedua, Apa akibat hukum perkawinan
sirri menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974; Ketiga, Upaya apa yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya perkawinan sirri.
Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bersifat akademis. Sedangkan tujuan
khusus adalah Untuk mengkaji dan menganalisa pandangan Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 terhadap perkawinan sirri; Untuk mengkaji
dan menganalisa akibat hukum perkawinan sirri menurut Undang-Undang Nomor
xii
xiii
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; Untuk mengkaji dan menganalisa upaya yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya perkawinan sirri.
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan komparatif
(Comparative Approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. (Peter Mahmud Marzuki, 2010:93). Pendekatan Komparatif
(Comparative Approach) dilakukan dengan membandingkan undang-undang
suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal
yang sama. (Peter Mahmud Marzuki,2010: 95). Pendekatan konseptual
(conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin yang
berkembang dalam ilmu hukum. Dengan tujuan untuk menemukan ide-ide yang
melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. (Peter Mahmud Marzuki,
2010:95).
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah perkawinan sirri menurut
hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syarat sahnya nikah
meskipun tidak dicatatkan, karena syariat Islam dalam Al-Qur‟an maupun sunnah
tidak mengatur secara konkrit tentang adanya pencatatan perkawinan. Sedang
menurut hukum positif, perkawinan sirri tidak sah karena tidak memenuhi salah
satu syarat sah perkawinan yaitu pencatatan perkawinan kepada Pegawai Pencatat
Nikah (PPN). Perkawinan sirri sangat merugikan bagi istri dan anak-anak. Secara
hukum istri tidak dianggap sebagai istri sah, karena perkawinan tersebut dianggap
tidak sah apabila belum dicatatkan. Anak-anak yang berasal dari perkawinan sirri
berstatus sebagai anak luar kawin. Selain itu istri dan anak tidak berhak atas
nafkah dan harta warisan suami jika sudah meninggal.
Saran dari penulis terkait dengan penulisan skripsi ini terdiri dari ada 3
(tiga) hal, yaitu Pertama, seseorang yang akan melangsungkan perkawinan
hendaknya mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan agar perkawinan yang
dilakukan sah di mata hukum dan mempunyai kekuatan hukum. Kedua,
Pemerintah atau lingkungan Departemen Agama hendaknya memberikan
xiii
xiv
penyuluhan kepada masyarakat tentang perkawinan sirri dan akibat yang akan
diterima apabila melakukan perkawinan sirri dan mensosialisasikan kembali
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan kepada semua rakyat
Indonesia. Ketiga, seseorang yang sudah menikah tetapi belum dicatat, hendaknya
segera dicatatatkan ke Kantor Urusan Agama(KUA) bagi agama Islam atau
Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi non muslim. | en_US |