dc.contributor.author | SAFIRA PERMATA MUSTIKASARI | |
dc.date.accessioned | 2014-01-24T05:06:59Z | |
dc.date.available | 2014-01-24T05:06:59Z | |
dc.date.issued | 2014-01-24 | |
dc.identifier.nim | NIM090710101173 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23326 | |
dc.description.abstract | Hukum perkawinan, hukum pewarisan, hukum orang dan keluarga
merupakan aturan hukum yang satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang
tidak dapat terlepas. Penulis mengambil 2 (dua) permasalahan yang kemudian
akan dibahas dalam skripsi ini, permasalahan tersebut merupakan hak anak tiri
atas harta peninggalan yang berasal dari harta bawaan orang tua tiri jika masih
terdapat anak sah, akibat hukum yang ditimbulkan apabila harta peninggalan yang
berasal dari harta bawaan orang tua tiri dikuasai oleh anak tiri. Pendekatan yang
dilakukan penulis adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach).
Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini terdiri atas: hukum perkawinan yang
terbagi atas pengertian hukum perkawinan dan pengertian harta perkawinan.
Hukum waris yag terbagi atas pengetian pewaris, pengetian ahli waris, pengertian
harta waris. Anak yang terbagi atas pengetian anak dan hak-hak anak.
Pembahasan skripsi ini terdiri dari hak anak tiri atas harta peninggalan
yang berasal dari harta bawaan orang tua tiri jika masih terdapat anak sah.
Seseorang ahli waris memiliki hak khusus dalam pewarisan terhadap harta
peninggalan pewaris yang berlaku secara otomatis. Hak yang demikian dikenal
dengan hak saisine dan hak hereditatis petitio. Pihak yang memiliki hak untuk
mewarisi ialah yang memiliki hubungan darah oleh pewaris. Mengenai hak yang
dimiliki oleh anak tiri terhadap harta peninggalan orang tua yang telah melakukan
perkawinan untuk kedua kalinya maka, kedudukan mereka hanya pada garis
orang tuanya sebagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada pasal 832
ayat (1). Akibat hukum yang ditimbulkan apabila harta peninggalan yang berasal
dari harta bawaan orang tua tiri dikuasai oleh anak tiri yaitu dengan menuntut
pengembalian itu. Perbuatan yang demikian merupakan perbuatan melawan
hukum yang menimbulkan suatu kerugian bagi ahli waris.
Kesimpulan dari skripsi ini ialah Anak tiri tidaklah berhak atas harta
peninggalan yang berasal dari harta bawaan orang tua tiri jika masih terdapat anak
sah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menjelaskan siapa yang berhak
untuk mewarisi suatu harta peninggalan dari pewaris. Pada pasal 832 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata keluarga sedarahlah yang berhak untuk
menjadi ahli waris. Akibat hukum yang ditimbulkan apabila harta peninggalan
yang berasal dari harta bawaan orang tua tiri dikuasai oleh anak tiri yang dengan
cara melawan hukum padahal masih terdapatnya anak sah yaitu dengan
mengembalikan tanah sengketa kepada ahli waris yang berhak atas tanah sengketa
yang berupa harta peninggalan pewaris. Saran yang dapat diberikan penulis ialah
ditujukan kepada orang tua tiri yang juga sebagai pewaris harta peninggalan
hendaknya melakukan suatu perjanjian kawin pada saat sebelum melakukan
perkawian untuk kedua kalinya yang dapat melindungi kedudukan anak sah
sebagai ahli waris menjadi jelas dan memiliki kekuatan hukum | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 090710101173; | |
dc.subject | Penguasaan Harta Peninggalan Yang Berasal Dari Harta Bawaan Orang Tua Tiri Oleh Anak Tiri Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember No.30/Pdt.G/2012/PN.JR | en_US |
dc.title | PENGUASAAN HARTA PENINGGALAN YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN ORANG TUA TIRI OLEH ANAK TIRI BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember No.30/Pdt.G/2012/PN.JR) | en_US |
dc.type | Other | en_US |