dc.description.abstract | Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang diangggap sakral dalam
perjalanan hidup manusia, yang bertujuan membentukkeluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa. Guna menjamin kepastian hukum
maka suatu perkawinan adalah sah, bilamana dilakukan menurut hukum masingmasing
agama dan kepercayaan serta dicatat menurut perundang-undangan yang
berlaku sebagai prinsip legalitas.Pasal 2 ayat (1) : Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama nya dan kepercayaan itu. Ayat (2)
:Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Pasal 43 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa
Ayat (1) : Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ayat (2): Kedudukan anak tersebut
ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 2 (dua) hal,
diantaranya: Pertama, Bagaimana status hukum anak hasil luar kawin; Kedua
Apakah akibat hukum adanya pengakuan terhadap anak hasil hubungan luar
kawin.Berdasarkan uraia inilah, makapenulis terdorong untuk mengkaji lebih lanjut
dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: ―KEDUDUKAN HUKUM
ANAKHASIL HUBUNGAN LUAR KAWIN‖.
Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk maksud dari permasalahan yang
hendak dibahas yaitu untuk mengkaji dan menganalisa bagaimana kedudukan
hukum anak hasil hubungan luar kawin dan akibat hukum adanya suatu pengakuan
terhadap anak hasil hubungan luar kawin menurut ketentuan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pendekatan masalah yang dipergunakan penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan
yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
Status hukum anak hasil hubungan luar kawinadalah hanya mempunyai
hubungan darah dengan ibunya dan keluarga ibunya dijelaskan dalam Pasal 43 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga perkawinan luar kawin tersebut hanya dapat dianggap sebagai hubungan luar kawin
saja. dan menimbulkan hak dan kewajiban antara anak, ibu dan keluarga ibunya
saja. Sehingga dalam hal ini anak luar kawin tidak memiliki hubungan perdata
dengan ayah kandung nya.Akibat hukum adanya pengakuan terhadap anak hasil
hubungan luar kawin adalah anak mendapat pengakuan dari ayah biologisnya.
Peristiwa pengakuan anak di luar kawin tidak dapat dilakukan secara diam-diam,
tetapi semata-mata dilakukan di muka pencatatan sipil dengan catatan dalam akta
kelahiran anak tersebut atau dalam akta perkawinan orang tua, atau dalam surat akta
tersendiri dari pegawai pencatatan sipil, bahkan dibolehkan juga akta notaries, dan
bukti-bukti lain yang outentik. Suatu peringatan bahwa dalam lembaga
―Pengakuan‖ anak luar kawin yang diakui dan anak luar nikah yang disahkan
merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara anak dan orang
tua yang menyakininya.
Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, setiap perkawinan
yang dilangsungkan hendaknya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, agar anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut dapat
memiliki status hukum sebagai anak sah, dengan demikian tidak menimbulkan
polemik hukum di kemudian hari.Terhadap perkawinan yang tidak pernah
dicatatkan, disarankan untuk dapat dimintakan permohonan penetapan ke
Pengadilan Negeri setempat. Pengesahan terhadap anak-anak luar kawin harus
dilakukan demi kebahagiaan dan masa depan anak-anak tersebut sepanjang sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. | en_US |