dc.description.abstract | Perjanjian pengikatan jual beli hak atas rumah lazim digunakan sebagai
perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dihadapan PPAT
untuk dijadikan dasar peralihan hak atas rumah. Dalam putusan MA No. 85
PK/Pdt/2010 antara Robby Mayer (Penggugat) melawan Nyonya Alice
Sumampow (Tergugat I), Dr Barbara Maesi Sumampow (Tergugat II), Dr Halim
(Tergugat III), posisi Robby Mayer adalah Pembeli rumah milik para tergugat
melalui Dr. Barbara Maesi Sumampow berdasarkan surat kuasa nomor 53
tanggal 30 Desember 2005. Akan tetapi Nyonya Alice Sumampow (tergugat I)
menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan kuasa kepada Dr. Barbara Maesi
Sumampow (anak kandungnya) untuk menjual rumah/tanah yang dimaksud atas
nama dirinya dan atas nama Dr. Halim (tergugat III). Atas dasar tersebut, notaris
Alina Hanum Nasution membatalkan Surat Kuasa Menjual yang diduga palsu
tersebut. Akan tetapi didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris tidak disebutkan Kewenangan Notaris untuk membatalkan suatu
perjanjian dalam hal ini surat kuasa menjual. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik mengkaji Putusan MA No.85 PK/Pdt/2010 dalam bentuk skripsi
dengan Judul “ASPEK HUKUM PEMBATALAN SURAT KUASA OLEH
NOTARIS DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH ( Kajian Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010 )”.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu apakah notaris dapat
membatalkan surat kuasa menjual yang dibuatnya, dan apakah Putusan PTUN,
PTTUN serta surat keterangan dan surat perjanjian jual beli dapat dijadikan dasar
dalam pengajuan peninjauan kembali, serta apakah dasar pertimbangan majelis
hakim dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85
PK/PDT/2010 telah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
pembatalan surat kuasa yang dibuat oleh Notaris dalam perjanjian jual beli, dan
untuk mengetahui dan memahami pengajuan peninjauan kembali (PK) didasarkan
pada Putusan PTUN, PTTUN, serta surat keterangan dan surat perjanjian jual beli,
serta untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan majelis hakim dalam
putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010 telah
sesuai dengan hukum yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Kesimpulan yang diperoleh didalam penulisan skripsi ini, yang pertama
adalah bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 15 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang khusus
mengatur tentang kewenangan notaris, notaris tidak memiliki kewenangan untuk
membatalkan surat kuasa menjual yang dibuat oleh notaris itu sendiri. Kedua,
Putusan PTUN, PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian dapat dijadikan
dasar untuk melakukan peninjauan kembali. Sebab hal tersebut merupakan Novum
(bukti baru) yang belum pernah diajukan dalam proses pembuktian di tingkat
Pengadilan Negeri, Banding, maupun Kasasi dalam perkara ini. Ketiga, Putusan
majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010/
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Putusan majelis hakim tersebut telah
mengesampingkan fakta-fakta hukum yang timbul didalam putusan PTUN,
PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian yang diajukan sebagai fakta
hukum baru dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali. Saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini, yakni dalam membuat suatu
perjanjian harusnya diperhatikan mengenai hal-hal yang menyangkut objek
perjanjiannya dan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek
(BW). Seharusnya putusan pengadilan dibuat bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum, sehingga putusan pengadilan tersebut dapat dilaksanakan, sebab
Putusan Pengadilan tidak hanya merupakan proses penyelesaian sebuah perkara
belaka. Hakim seharusnya memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di dalam
persidangan PTUN, PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian yang
diajukan sebagai fakta hukum baru dalam pengajuan upaya hukum peninjauan
kembali. | en_US |