PENERAPAN PENGUJIAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT MELALUI RESTORASI POLITIK HUKUM HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Abstract
Penyelenggaraan kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia, di
samping negara lazimnya berada dalam keadaan normal (ordinary condition), pada
praktiknya terkadang timbul keadaan yang tidak normal atau darurat (emergency
condition). Berangkat atas asumsi tersebut, bisa saja pemerintah selaku penguasa atau
badan/pejabat tata usaha negara menggunakan kekuasaannya untuk menerbitkan
peraturan maupun kebijakan tertentu yang muatannya sarat dengan pelanggaran hakhak
konstitusional warga negara maupun Hak Asasi Manusia (HAM) dengan
menggunakan dalih “negara berada dalam keadaan darurat/bahaya” dan “keadaan
mendesak untuk kepentingan umum” yang sebenarnya hanya dimaksudkan untuk
memperkokoh rezim kekuasaannya. Berdasarkan latar belakang inilah penulis
merumuskan rumusan masalah apa dasar pertimbangan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) tidak berwenang dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara dalam hal Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN,
bagaimana tolok ukur keadaan mendesak untuk kepentingan umum sebagaimana
yang termaktub dalam huruf (sub) b Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
sehingga diinterpretasikan oleh PTUN untuk dinyatakan tidak berwenang untuk
disengketakan, dan bagaimana politik hukum yang seharusnya diterapkan dalam
merestorasi HAM atas keberlakuan pasal tersebut. Adapun Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk mengkaji, memberikan argumentasi dan preskripsi berupa saran
terhadap isu hukum dari permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research) dengan pendekatan masalah
melalui pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), dan pendekatan asas-asas hukum (legal principle approach), Pada bahan
hukum, penulis menggunakan dua jenis bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan xvii
bahan hukum sekunder, serta bahan nonhukum yang kemudian dilanjutkan dengan
analisa bahan hukum.
Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai negara dalam
keadaan darurat yang meliputi pengertian-pengertian, asas-asas, serta bentuk hukum
dan tindakan keadaan darurat, mengenai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
terkait pengertian dan sistem pengujiannya, serta mengulas mengenai pengertian
restorasi, politik hukum, dan HAM yang turut tersaji dalam penulisan di sini.
Garis besar pembahasan dalam skripsi ini, dipahami bahwa ketentuan pasal 49
UU No.5 Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004 sebagai Perubahan Pertama Jo UU
No. 51 Tahun 2009 sebagai Perubahan Kedua tentang PTUN secara normatif juga
sudah sangat jelas membatasi kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa tata
usaha negara tertentu di mana keputusan tersebut dikeluarkan dalam “waktu perang
atau keadaan darurat” dan “keadaan mendesak untuk kepentingan umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Rumusan “kepentingan
umum” menurut Pasal 49 huruf b UU No. 5 Tahun 1986 beserta penjelasannya terasa
masih terlalu abstrak. Dalam kajian bahasan ini dipaparkan bahwa ketentuan pasal
tersebut perlu diuji secara materiil (Judicial Review atau Constitutional Review) oleh
lembaga yang berwenang secara konstitusional, dalam hal ini adalah Mahkamah
Konstitusi (MK) atas pertimbangan keadaan sosiologis atau penafsiran teleologis
bahwa keberadaan pasal tersebut pada praktiknya rentan menimbulkan persoalan
hukum dan kemasyarakatan yang pada gilirannya menciderai nilai-nilai dan rasa
keadilan masyarakat.
Saran yang diajukan dalam skripsi ini adalah diperlukan langkah pengujian
terhadap Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN oleh lembaga yang secara
legal dan konstitusional berwenang, yakni oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
selaku positif legislator (legislatief review) ataupun melalui pengujian konstitusional
yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (judicial/constitutional review) secara
materiil selaku negatif legislator agar diharapkan keberlakuan atas pasal tersebut
dapat direvisi, dilengkapi, diperjelas atau bahkan ditiadakan sebagai langkah politik hukum yang akan diberlakukan oleh negara terhadap ketentuan Pasal 49 UU No. 5
Tahun 1986 melalui putusannya sehingga diharapkan dapat merestorasi dan
mengembalikan HAM dan hak-hak konstitusional warga negara sebagai pribadi dan
kolektif yang cenderung dirampas oleh keberlakuan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986
tentang PTUN. Diharapkan pula melalui politik hukum yang akan ditetapkan, PTUN
ataupun perangkat lembaga peradilan lainnya dapat memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (TUN) sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal tersebut. Selain itu, dalam konteks kepentingan umum, perlu kembali
dirumuskan definisi dan ukuran kepentingan umum agar lebih diperjelas dan
diperketat sehingga tidak disalahgunakan dengan mengakomodasikan unsur-unsur
keadilan dalam ukuran-ukuran kepentingan umum, serta mendesain suatu
pengawasan efektif dan sistem keluhan untuk mencegah penyelenggara administrasi
atas pelanggaran hak warga negara yang mengatasnamakan keadaan mendesak untuk
kepentingan umum.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]