KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNTUK MEMUTUS PENDAPAT DPR TENTANG DUGAAN PELANGGARAN HUKUM OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA
Abstract
Penulisan Skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya suatu ambiguitas, apabila
dicermati secara seksama adanya Kewenangan Mahkamah Konstitusi berkaitan
dengan impeachment masih terdapat beberapa ambiguitas atau kekaburan yang
tentu saja menjadi sebuah pertanyaan mendasar. Hal itu tampak apabila dilihat
dari dua sudut pandang. Dalam hal ini apakah fungsi Mahkamah Konstitusi hanya
berkaitan dengan pengujian terhadap pendapat DPR bahwa presiden diduga telah
melakukan pelanggaran Hukum, atau fungsi Mahkamah Konstitusi berkaitan
dengan Impeachment adalah untuk mengadili tuduhan atau dakwaan DPR tentang
pelanggaran hukum oleh Presiden.
Dengan mendasarkan pada dua persepsi tersebut, dapat disimpulkan apabila
pendapat pertama yang berlaku, maka Mahkamah Konstitusi akan memeriksa dan
memutus, apakah pendapat DPR itu benar atau salah. Dalam hal ini Mahkamah
Konstitusi tidak mengadili sendiri dan menetapkan sanksinya yang berupa
pemberhentian dari jabatannya sebagai Presiden atau bebas. Akan tetapi jika
Mahkmah Konstitusi bertindak sebagai hakim dalam mengadili perkara dalam
pelanggaran hukum oleh presiden, maka Mahkamah Konstitusi tentu saja dapat
memutuskan dan menetapkan sanksi/hukumannya.
Pada sisi lain kerancuan juga dapat ditemukan apabila kita menelaah Pasal
24C yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Akan tetapi tidak
menyebutkan secara eksplisit apakah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
bersifat mengikat (binding). Apabila dikaitkan dengan pasal 7B ayat (5), maka
akan menimbulkan problematika baru antara lain ternyata DPR tidak meneruskan
usul tersebut ke MPR, serta apakah putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Konstitusi tersebut harus dan wajib diikuti oleh MPR. Pengaturan tentang hal itu
masih belum jelas (tidak konkret), oleh karena itu kemudian ternyata putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut tidak bersifat mengikat,maka terhadap putusan
tersebut MPR dapat saja melakukan penganuliran dengan alasan realitas politik di
MPR tidak menghendaki pemberhentian Presiden dan/atau Wakil presiden.
2
Ni’ matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia; Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD
1944,FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 237-238
2
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang hal ini sangat
urgent untuk dilakukan sebuah kajian mengenai latar belakang dibentuknya
Mahkamah Konstitusi khususnya berkaitan dengan Impeachment terhadap
persiden dan/atau wakil presiden yang menjadi salah satu kewenangannya dalam
suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Kewenangan
Mahkamah Konstitusi Untuk Memutus Pendapat DPR Tentang Dugaan
Pelanggaran Hukum Oleh Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Di Indonesia”
Terdapat dua rumusan masalah dalam penulisan Skripsi ini, yakni :
pertama, Bagaimana mekanisme peradilan yang dilakukan MK dalam memutus
pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan/atau wakil
presiden di Indonesia, dan kedua, Apa kriteria hukum yang digunakan untuk
menyatakan bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran
hukum. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab 2 (dua)
rumusan masalah diatas.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif (legal research) dengan menggunakan pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)
dan pendekatan asas-asas hukum (legal principle approach). Sumber bahan
hukum yang digunakan yaitu terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum dan
sekunder. Sedangkan analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode deduktif.
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan Skripsi ini adalah yang
pertama, Lembaga tinggi negara yakni MK merupakan lembaga yang berwenang
untuk mengadili, memeriksa, dan memutuskan apakah dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut diterima atau ditolak,
benar ataupun tidak. Jika diterima maka akan divonis benar atau tidak Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum. Namun sebaliknya
jika dugaan tersebut ditolak, maka kasus pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden tersebut dianggap selesai. Selanjutnya MK menyerahkan lagi
kepada DPR untuk mengajukan usul pemberhentian kepada MPR. Kedua,
Kriteria-kriteria hukum yang digunakan untuk menyatakan bahwa presiden
dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum dijelaskan dalam
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]