HUBUNGAN KEPADATAN INOKULUM DENGAN INTENSITAS PENYAKIT VSD PADA PERTANAMAN KAKAO DI DUA LOKASI KEBUN WILAYAH PTPN XII
Abstract
Penyakitvascular streak dieback (VSD) yang disebabkanOncobasidium
theobromae Talbot dan Keane, dewasa ini telah menjadi penyakit utama tanaman
kakao di Indonesia.Kerusakan tanaman akibat penyakit tersebut menjadi kendala
dalam upaya pengembangan budidaya kakao. Informasi mengenai penyakit VSD
terutama yang berkaitan dengan ekobiologi, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan penyakit,dantingkat keparahan yang ditimbulkan belum banyak
dilaporkan.Penelitian dilakukan untuk mengetahui kepadatan populasi inokulum
VSD dan hubungan kepadatan populasi inokulum VSD dengan insiden penyakit
dan atau intensitas penyakit VSD pada kebun kakao di dua lokasi yang berbeda.
Penelitian dilaksanakan didua lokasi kebun wilayah PTPN XII (Banyuwangi
dan Jember)pada pertanaman kakao tahun tanam 2007.Kepadatan inokulum
patogen VSD, O.theobromaeditentukan dengan memerangkap spora (basidiospora)
patogen menggunakan perangkap sporaberupa gelas obyek berperekat
yang dipasang pada pertanaman dalam petak contoh yang berisi 72 tanaman.Insidensi
penyakit (KP) diukur dengan menghitung persentase tanaman terinfeksi dari
tanaman contoh yang diamati.Intensitas penyakit (IP) ditentukan dengan menggunakan
sembilan tanaman contoh. PengukuranIP dilakukan pada daun-daun dan
ranting dari dua cabang primer dengan posisi arah yang berlawanan. Intensitas penyakit
dihitung berdasarkan nilai kategori tingkatkeparahanpenyakitdengan skala
0-5 menggunakan rumus Townsend dan HeurbergerIP = .
Perbedaan intensitas penyakit dan kepadatan inokulum antar dua lokasi sebagai
perlakuan dianalisis secara statistik menggunakan uji-t pada taraf 0,05. Pada
penelitian ini digunakan data agroklimat (curah hujan, suhu dan kelembapan),
sebagai data pendukung yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit berupa data sekunder yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Karangploso Malang.
Pada saat pelaksanaan penelitian pada dua lokasi kebun kakao (Kalisepanjang
dan Banjarsari), semua tanaman contoh telah menunjukkan terinfeksi
VSD dengan tingkat keparahan penyakit antar tanaman dalam satu kebun bervariasi.
Di kebun Kalisepanjang,kepadatan basidiosporaO. theobramae lebih besar
daripada di Banjarsari dengan rata-rata jumlah basidiospora perhari per luas
bidang pandang mikrososkop pembesaran 100 x (2,55 mm2)masing-masing sebanyak
7.22 dan 5.81,namun tingkat keparahan penyakit di dua lokasi kebun
tersebut tidak berbeda nyata.
Ditinjau dari kepadatan inokulum VSD, kepadatan inokulum di kebun Kalisepanjang
yang nilainya lebih tinggi daripada di kebun Banjarsari ternyata menghasilkan
intensitas penyakit yang lebih rendah meskipun tidak berbeda nyata.
Pada areal pertanaman di lokasi penelitian, selain keberadaan inokulum tampaknya
faktor agroklimat terutama curah hujan dan kelembapan berperan mendukung
keberhasilan terjadinya infeksi patogen. Curah hujan selama periode April 2011
(selama penelitian berlangsung) tercatat di Jember lebih tinggi daripada di Banyuwangi,
oleh karena itu meskipun kepadatan O. theobramae di Banjarsari (Jember)
lebih rendah daripada di Kalisepanjang(Banyuwangi)tetapipeluang terjadinya infeksi
pada tanaman di Banjarsari lebih mendukung sehingga intensitas penyakit
lebih tinggi. Kepadatan inokulum di kebun Kalisepanjang tampaknya didukung
oleh kelembapan yang sesuai untuk pembentukan basidiospora O. thebramae.
Kajian yang lebih mendalam mengenai faktor agroklimat terutama suhu dan
kelembapan (minimum, maksimum, dan optimum) untuk pertumbuhan basidiospora
O. theobramae dan perkembangan penyakit VSD masih sangat diperlukan.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4239]