dc.description.abstract | Pada era globalisasi dan semakin majunya perekonomian pada saat ini,
tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan masyarakat akan berbagai jasa perbankan
juga semakin meningkat. Terkait dengan adanya jasa bank ini, pihak nasabah
mendapat kemudahan untuk melakukan segala transaksi yang berhubungan
dengan keuangan. Oleh karena itu, berbagai jasa perbankan yang didukung
kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat sangat membantu dalam
melakukan berbagai kegiatan bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan hidup.
Kemajuan yang ada dalam perbankan diharapkan juga mampu memberikan efek
positif bagi kaum difabel sehingga dapat ikut menikmati pelayanan jasa
perbankan dan pada akhirnya tidak menimbulkan adanya diskriminasi pelayanan
kepada difabel. Berdasarkan uraian di atas penulis membahas 3 (tiga)
permasalahan yaitu: apakah hukum perbankan di Indonesia mengatur mengenai
pelayanan jasa perbankan bagi difabel, apakah bentuk perlindungan hukum bagi
difabel dalam pelayanan jasa perbankan, apakah akibat hukum bagi seorang wali
dari difabel yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya.
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui
pengaturan pelayanan jasa perbankan terhadap difabel dalam hukum positif,
menganalisa bentuk perlindungan hukum terhadap difabel pada lembaga
perbankan, dan mengetahui akibat hukum bagi wali yang tidak dapat
melaksanakan perwaliannya. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini:
tipe penelitian menggunakan yuridis normatif, pendekatan masalah yang
digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan (statute approach), dan
pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum yang terdiri dari 1.
bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, 2. bahan hukum
sekunder yang terdiri dari buku-buku teks, hasil penelitian dan komentarkomentar
atas
putusan
pengadilan
yang
terkait
dengan
permasalahan
yang
dibahas
dan
analisis
bahan
hukum
yaitu
menggunakan
metode
diskriptif
kualitatif.
Kesimpulan yang diambil dalam skripsi ini adalah pertama, bahwa
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan belum memiliki regulasi khusus bagi
kaum difabel, sehingga sebagai bagian dari hukum perdata Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan tunduk kepada hukum perdata. Hukum perdata mengatur
bahwa kaum difabel yang tidak cakap maupun belum dewasa dapat diwakilkan
haknya dengan perwalian atau pengampuan. Kedua, bahwa perlindungan hukum
bagi kaum difabel terdapat dalam Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Cacat
serta dalam Kitap Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 330 dan Pasal 433.
Beberapa bentuk perlindungan hukum ini diharap mampu menghapus
diskriminasi dalam bidang perbankan bagi kaum difabel. Ketiga, bahwa akibat
hukum bagi wali yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya maka berdasar
Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 380 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata perwalian tersebut dapat dibatalkan.
Saran dalam skripsi ini adalah 1. Pemerintah harus tegas menghapus
diskriminasi difabel dengan menginstruksikan dibuat suatu peraturan baru atau
pun revisi atas Undang-Undang atau peraturan yang telah ada di bidang perbankan
untuk memberikan pengaturan khusus berkaitan dengan perlindungan bagi difabel
dalam memanfaatkan jasa bank. 2. Bank diharapkan mampu menerapkan fungsi
perwalian dan pengampuan dalam kegiatannya sebagai bentuk perlindungan bagi
difabel sebagai bentuk komitmen bank memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat dengan memberikan pelayanan jasa serta fasilitas yang adil dan setara, baik bagi difabel maupun bagi nasabah lainnya. Bank Indonesia diharapkan dapat
mengeluarkan kebijakan atau regulasi khusus bagi hak-hak kaum difabel dalam
bidang perbankan sehingga dengan adanya kebijakan dari Bank Indonesia tidak
lagi terdapat perbedaan kebijakan antar bank dalam memberikan pelayanan bagi
kaum difabel. | en_US |