Show simple item record

dc.contributor.authorSHELLA NORMA YUANITA
dc.date.accessioned2014-01-23T05:57:40Z
dc.date.available2014-01-23T05:57:40Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM060710101083
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22224
dc.description.abstractPenyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala anggota DPR, DPD dan DPRD yang terjadi dan dilakukan Mahkamah Konstitusi merupakan penegakan hukum dalam hal sengketa hasil pemilihan umum dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, dalam melaksanakan kewenangan untuk menguji permohonan berkaitan perselisihan hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yaitu Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya sengketa Hasil Pemilihan Umum dalam penyalenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD di Indonesia? 2. Bagaimanakah proses penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD dalam praktik ketatanegaraan Indonesia? Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, dan sumber bahan hukum sekunder, serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Penyebab adanya suatu sengketa dalam perhutungan hasul pemilu, tidak lepas dari adanya tindak kecurangan dalam sistem pelaksanaannya, baik itu dalam pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Munculnya pelanggararan atau kecurangan tersebut dalam pemilu adalah akibat berubahnya sistem dan prosedur pemilihan umum itu sendiri, yang memicu praktek kecurangan dari parpol, lembaga penyelenggara dan perseorangan didalamnya. Ketidaksiapan KPU dan adanya beberapa kelompok masyarakat yang golput merupakan sebab utama berbagai kasus pelanggaran dalam Pemilu. Jenis pelanggaran dan sengketa tersebut dapat berupa pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilu yang menyebabkan terjadinya sengketa hasil sengketa pemilu. Pelanggaran dan sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan tata usaha negara, Peradilan Umum dan Mahkamah Konstitusi selama jenis dan bentuk pelanggaran dan sengketa tersebut disesuaikan dengan persyaratan dan kewenangan masing-masing lembaga peradilan tersebut. Proses penyelesaian sengketa hasil pemulikada di atas adalah dengan melalui mekanisme persidangan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Yang pada dasarnya sama dengan hukum acara sengketa hasil Pemilukada dan Pilpres. Diantaranya meliputi proses Pengajuan Permohonan, pemeriksaan permohonan, pembuktian dan alat bukti, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), dan penjatuhan putusan oleh MK. Saran penulis, Pertama, Pengaturan tentang pelanggaran administrasi dan pelanggaran tindak pidana pemilu sangat lemah, karena diatur terlalu umum, tidak diatur jenis pelanggaran administrasi serta jenis sanksinya, serta bagaimana proses penyelesaiannya. Berdasarkan kesimpulan tersebut memperlihatkan bahwa masih perlu dilakukannya sejumlah perbaikan untuk pengaturan penanganan pelanggaran pemilu serta penguatan dalam pelaksanaannya nanti. Dan perlu juga ketegasan dalam sanksi-sanki atas pelanggaran-pelanggaran tersebut di dalam peraturan terkait. Kedua, perlu diadakannya revisi terhadap peraturan-peraturan MK pada bagian pihak-pihak bersengketa yang hendak mengajukan permohonan terkait perselisihan hasil pemilu legislative (No. 16 Tahun 2009, Pasal 3). Yang isinya hanya mencantumkan anggota calon DPR, DPD, DPRD, dan Partai Politik sebagai pemohon yang mempunyai kepentingan langsung dalam PHPU dengan mengesampingkan masyarakat sebagai pemilih (voter) dalam Pemilu. Dengan ini apabila masyarakat merasa hak-haknya dilanggar dalam proses pemilu berjalan, maka masyarakat itu tidak dapat mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu di MK.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101083;
dc.subjectPENANGANAN SENGKETA HASIL PEMILUen_US
dc.titlePENANGANAN SENGKETA HASIL PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD DI INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 16 TAHUN 2009en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record