dc.description.abstract | Kondisi perdagangan dan ekonomi internasional yang mengglobal dalam
HAKI membuat Indonesia meratifikasi Agreement Establishing The World Trade
Organization, yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization. Seluruh negara
peserta WTO termasuk Indonesia diwajibkan menyesuaikan sistem hukum yang
dintentukan oleh WTO, beserta semua perjanjian-perjanjian internasional yang
menjadi lampiran-lampirannya. Penyesuaian itu mengakibatkan perubahan dalam
hukum acara hak kekayaan intelektual Indonesia yaitu dengan adanya Penetapan
Sementara yang mengadopsi dari ketentuan persetujuan TRIPs yang masih kurang
jelas penerapannya di Indonesia sehingga selama ini belum ada yang melaksanakan
sesuai yang diharapkan oleh undang-undang. Berkaitan dengan fenomena diatas
maka ditemukan permasalahan antara lain: Apakah permohonan penetapan sementara
oleh pemohon termasuk ranah peradilan voluntair atau peradilan contentious; Apakah
permohonan penetapan sementara dapat disamakan dengan putusan provisi; dan
bagaimana akibat hukum yang timbul dari penerapan penetapan sementara terhadap
subyek dan obyek sengketa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis, apakah
permohonan penetapan sementara termasuk ranah peradilan voluntair atau peradilan
contentious; apakah permohonan penetapan sementara dikualfikasi sebagai putusan
provisi; akibat hukum yang timbul dari penerapan penetapan sementara terhadap
subyek dan obyek sengketa. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah tipe penelitian secara yuridis normatif, yakni penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undangundang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Sumber bahan hukum diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan non hukum, kemudian bahan hukum tersebut dianalisa dengan
menggunakan logika hukum dengan pemakaian metode deduktif, sehingga secara
preskripsi untuk menjawab setiap isu hukum yang ada. Sebagai hasil penelitian terhadap sifat permohonan penetapan sementara pada
HAKI masuk dalam ranah peradilan voluntair yang tidak mutlak, karena penetapan
sementara berasal dari suatu permohonan (Pasal 86 UU No.15 Tahun 2001), akhir
dari penetapan sementara HAKI adalah penetapan (Pasal 87 UU No.15 Tahun 2001)
tetapi sifat penetapan condemnatoir. Waktu pengajuan penetapan sementara pada
HAKI belum ada sengketa, karena pihak pemohon baru berada pada posisi
mengetahui (menduga) telah terjadi pelanggaran HAKI (Pasal 86 ayat (1) huruf d UU
No.15 Tahun 2001) Pada posisi ini pemohon belum tentu secara pasti mengetahui
siapa pelaku pelanggaran HAKI tersebut, sehingga permohonan tersebut diajukan ke
Pengadilan Niaga sebelum perkara pokoknya (sengketa HAKI) diajukan untuk
disidangkan.
Proses Penetapan Sementara pada HAKI berbeda dengan penetapan pada
provisi, apabila dikaji dan dianalisis dari segi dasar hukum penetapan sementara
berasal dari peraturan perundang-undangan HAKI, yang proses pengajuannya
Penetapan sementara diajukan sebelum gugatan masuk (Pasal 88 UU No.15 tahun
2001). Sementara dalam putusan provisi subtansinya masuk dalam gugatan terlebih
dahulu. dalam penetapan sementara tidak ada upaya hukum, sebab penetapan tersebut
sifatnya sementara guna melindungi terhadap pelaku yang melanggar HAKI, oleh
karena itu untuk menjamin kebenaran dugaan terjadinya pelanggaran maka pemohon
diwajibkan memberikan jaminan berupa uang atau jaminan bank (Pasal 86 ayat (1)
huruf e UU No.15 Tahun 2001), yang berarti juga permohonan penetapan sementara
pada HAKI mengesampingkan asas mendengarkan kedua pihak (Pasal 50 TRIPs).
Penetapan sementara baik berdasarkan gugatan, permohonan, maupun penetapan
sementara itu sendiri tidak ada upaya hukumnya.
Akibat hukum yang ditimbulkan dari penetapan sementara ini adalah akan
terjadi penyitaan dan tindakan importasi oleh pabean atas barang-barang yang
disengketakan kepada termohon. Apabila penetapan sementara ini ditolak atau di
cabut maka pihak pemohon wajib membayar jaminan atas segala kerugian akibat
adanya penetapan sementara.
Sebagai saran ditujukan pada badan legislatif agar pembuat Undang-Undang
merevisi Undang-undang tentang HAKI khususnya tentang penetapan sementara atau
bagi Mahkamah Agung agar membuat peraturan tentang hukum acara terhadap | en_US |