dc.description.abstract | Perkembangan dunia teknologi khususnya komunikasi tentunya telah
banyak membantu berjuta-juta penduduk dunia untuk saling terhubung antara
yang satu dengan yang lainnya. Bahkan semakin lama, dapat berkomunikasi
dengan teman, keluarga maupun relasi bisnis kita dengan harga yang murah dan
dengan kualitas yang cenderung meningkat. Namun perkembangan teknologi ini
tidak lepas pula dari dampak negatif yang diakibatkannya. Perlindungan
konsumen merupakan masalah kepentingan manusia. Oleh karena itu menjadi
harapan bagi bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Bentuk perwujudan
perlindungan konsumen adalah mewujudkan berbagai dimensi antara satu dengan
yang lain yang memiliki keterkaitan dan ketergantungan baik antara konsumen,
pelaku usaha dan pemerintah. Adanya kebocoran 25 juta data pelanggan
telekomunikasi di Indonesia merupakan sebuah isu yang perlu dicermati lebih
dalam dan menjadi bukti masih lemahnya bentuk perlindungan bagi konsumen.
Pembahasan permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut adalah
bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa
telekomunikasi seluler, bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha
telekomunikasi seluler jika dalam usahanya merugikan kepentingan konsumen,
lalu apa upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen pengguna jasa
telekomunikasi seluler jika hak-haknya tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pelaku
usaha telekomunikasi. Pembahasan permasalahan dilakukan dengan menganalisa
bahan hukum primer dan sekunder dengan menggunakan metode deduktif dengan
mengidentifikasi fakta hukum yang berkaitan dengan hukum perlindungan
konsumen dan mengenai telekomunikasi yang terdapat di dalam Undang-Undang
perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Telekomunikasi.
Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa telekomunikasi
seluler sejauh ini masih dilakukan dengan pemberian perlindungan hukum secara
preventif. Perlindungan hukum secara preventif ini dirasa kurang efektif karena
pada kenyataannya keluhan-keluhan dari konsumen yang merasa dirugikan masih
belum mendapat kepastian akan hak-haknya yang belum terpenuhi oleh pelaku
usaha. Pelaku usaha telekomunikasi seluler jika dalam usahanya merugikan kepentingan konsumen maka ia harus berkewajiban atau berrtanggung jawab yang
dapat berupa bertanggung jawab untuk berproduksi dengan baik, bertanggung
jawab dalam hal pemberian ganti kerugian, bertanggung jawab untuk berproses
hukum, serta bertanggung jawab dalam hal pembuktian. Upaya yang dapat
dilakukan oleh konsumen pengguna jasa telekomunikasi seluler jika hak-haknya
tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pelaku usaha telekomunikasi, yakni dapat
meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, menyelesaian sengketa konsumen
melalui LPKSM, menyelesaikan sengketa konsumen melalui BPSK,
menyelesaikan sengketa konsumen melalui Pengadilan yang terdapat 2(dua)
alternatif yaitu class action dan legal standing.
Dalam hal meningkatkan upaya perlindungan terhadap konasumen
diperlukan pula adanya pemahaman dari diri masyarakat serta peran pemerintah
untuk memberikan penyuluhan atau sosalisasi kepada masyarakat agar mereka
sadar akan pentingnya memperjuangkan hak-haknya dalam hal pemakaian barang
dan/atau jasa. Perlu adanya peninjauan ulang mengenai isi Pasal 19 ayat (3)
UUPK, Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh) hari
setelah tanggal transaksi. Keberadaan isi pasal ini dapat berpengaruh dalam hal
pengajuan pertanggungjawaban pelaku usaha karena jangka waktu yang diberikan
relatif cepat. Perlu adanya pengaturan khusus mengenai perlindungan data pribadi,
hal ini merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Data. Dengan adanya
Undang-Undang khusus ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang
lebih maksimal untuk melindungi pengolahan data sampai dengan penggunaan
lebih lanjut mengenai data tersebut serta mengenai pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang telah merugikan konsumen. | en_US |