PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANAH WAKAF YANG BELUM TERDAFTAR
Abstract
Pada tanggal 27 Desember 2010 Pengadilan Agama Bogor menjatuhkan
Putusan Nomor 464/Pdt.G/2010/PA.Bgr mengenai perkara sengketa tanah wakaf
di Parung Banteng RT. 02 RW. 01, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor
Timur, Kota Bogor. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengkaji secara mendalam mengenai perlindungan hukum terhadap tanah wakaf
yang belum terdaftar dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Tanah
Wakaf Yang Belum Terdaftar (Studi Putusan Nomor
464/Pdt.G/2010/Pa.Bgr)”
Permasalahan yang dibahas adalah, Pertama: Bentuk perlindungan hukum
terhadap tanah wakaf yang belum terdaftar; Kedua: Akibat hukum yang timbul
terhadap tanah wakaf yang belum terdaftar dan Ketiga: Pertimbangan hukum
hakim dalam memutus perkara mengenai sengketa tanah wakaf pada Putusan
Nomor 464/Pdt.G/2010/PA.Bgr sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Penyusunan skripsi ini bertujuan mengkaji permasalahan yang menjadi
pokok permasalahan dalam skripsi ini, untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran terhadap ketiga permasalahan diatas. Hal tersebut dapat
menghasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabakan secara
ilmiah.
Metode penelitian skripsi ini meliputi tipe penelitian yuridis normatif
(legal research), dengan pendekatan masalah perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus
(case approach). Sumber bahan hukum menggunakan bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Analisis yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif,
yaitu metode yang mengklasifikasikan dan menganalisis untuk mendeskripsikan
permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghubungkan sumber-
sumber hukum lain yang ada, kemudian diuraikan dalam pembahasan guna
menjawab permasalahan yang diajukan hingga pada tahap kesimpulan.
Kesimpulan skripsi ini pada permasalahan pertama: Tidak ada jaminan
kepastian hukum terhadap tanah wakaf sehingga tidak tersedia perangkat hukum
tertulis yang otentik. Siapapun yang berkepentingan akan sulit mengetahui
kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk memanfaatkan dan mengelola
tanah wakaf, bagaimana cara memperoleh, hak-hak, kewajiban serta laranganlarangan
dalam
memanfaatkan
tanah wakaf dengan hak-hak tertentu, sanksi apa
yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan; Kedua:
Belum diselenggarakannya pendaftaran tanah wakaf maka tidak dapat diperoleh
sistem publikasi, tetap dikenakannya pajak, dan tidak ada jaminan kepastian
hukum yang memunculkan kekaburan status hukum tanah wakaf sehingga
memungkinkan berubahnya peruntukan tanah wakaf dikemudian hari yang tidak
lagi sesuai dengan tujuan awal yang dikehendaki/diikrarkan Wakif. Ketiga: Dari
berbagai pertimbangan Majelis Hakim melalui pembuktian yang diperkuat dengan
dasar-dasar hukum yang ada maka putusan mengenai perkara sengketa tanah
wakaf Nomor 464/Pdt.G/2010/PA.Bgr telah mempunyai kekuatan hukum tetap
yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam skripsi ini hendaknya disarankan agar pemerintah lebih aktif
mengadakan program penyuluhan untuk memberikan arahan mengenai tata cara
perwakafan dan prosedur pendaftaran tanah-tanah wakaf melalui instansi terkait,
serta diharapkan adanya kesadaran pihak berwakaf, Nadzir maupun pihak-pihak
terkait untuk melakukan pendaftaran tanah wakaf maupun pendaftaran Nadzirnya.
Dalam memutus setiap perkara, hakim harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu
keadilan, diterima oleh masyarakat dan memenuhi unsur akademis dengan alasan
yang tepat. Namun mengingat hakim adalah manusia yang mempunyai
kemampuan terbatas, apabila putusan yang dijatuhkan dirasa tidak sesuai dengan
keadilan dan ketentuan hukum yang berlaku para pihak yang berperkara dapat
mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Agama yang mewilayahinya.
Mengenai ketentuan pidana yang tidak dapat dijatuhkan pada petitum point 8
(delapan) Pihak Penggugat disarankan untuk mengajukan gugatannya pada
Peradilan Umum (Negeri) yang mewilayahinya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]