dc.description.abstract | Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah luput dengan yang namanya
interaksi antar sesama manusia. Hal ini dikarenakan kebutuhan tiap-tiap manusia
sangatlah beragam dan belum tentu manusia itu sendiri bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri, akan tetapi masih membutuhkan orang lain agar kebutuhan tersebut bisa dicapai.
Dan di dalam memenuhi kebutuhannya manusia sering sekali melakukan hal-hal atau
perbuatan-perbuatan, sifat dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia bisa
perbuatan hukum ataupun perbuatan non hukum. Perbuatan hukum selalu menimbulkan
akibat hukum, dan membuat manusia-manusia yang terlibat didalamnya memiliki hak
dan kewajiban yang harus dilakukan.
Tidak jarang di dalam perbuatan-perbuatan tersebut baik yang bersifat hukum
ataupun non hukum terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik sengaja
ataupun karena ketidak sengajaan. Jadi agar tercipta keadilan yang menentramkan
masyarakat dibentuklah berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan
yang dilakukan manusia. Badan peradilan adalah badan dimana manusia mencari
keadilan atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dialaminya. Badan peradilan ini juga
mempunyai kekuatan untuk menghukum manusia-manusia yang melanggar tata tertib
yang telah dibuat, dan mempunyai tugas untuk menegakkan peraturan-peraturan yang
telah dibuat.
Penghukuman yang dijatuhkan oleh hakim yang memimpin persidangan
mempunyai sifat yang bermacam-macam. Khusus dalam skripsi yang penulis angkat
berikut ini adalah memfokuskan kepada penghukuman yang bersifat kondemnatoir
dimana siterhukum dihukum untuk melakukan sesuatu. Dalam putusan kondemnatoir ada
yang disebut uang paksa (dwangsom), dwangsom merupakan hukuman tambahan yang
diminta oleh pihak yang bersengketa dan diberikan oleh hakim yang menangani
kasusnya. Dwangsom mempunyai sifat pressie middle dimana yang ditekan oleh
hukuman ini adalah pshycis dari si terhukum. Dwangsom sendiri diatur dalam pasal 606a
dan Pasal 606b Rv yang merupakan dasar hukum Dwangsom.
Tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah guna memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember.
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk membahas tentang diperlukannya
penggunaan dwangsom dan pentingnya mengenal dwangsom ini sendiri mulai dari
sifatnya, jenisnya apa saja, dan didalam skripsi juga ingin meneliti penggunaan
dwangsom dalam suatu kasus.
Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan moetode pendekatan yuridis normatif
artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini
difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif
yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maksudnya adalah penelitian ini
dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dihubungkan dengan
kenyataan yang ada. Selain itu penulis juga akan melengkapinya dengan pendekatan
konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach,)
dan pendekatan kasus (case approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan dua
jenis bahan hukum yang saling menunjang, antara lain bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Pada analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode
deduktif berpangkal dari prinsip-prinsip umum menuju prinsip-prinsip yang khusus.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah, bahwa dwangsom bersifat accesoir. Hal ini
didasarkan pada doktrin-doktrin yang ditemukan oleh penulis dalam literature-literatur
yang penulis baca. Penulis ingin menyimpulkan bahwa pembayaran uang dalam perkara
perdata hanya bisa masuk ke dalam kriteria wanprestasi dan bukanlah perbuatan melawan
hukum. Hal ini dikarenakan perbuatan membayar uang selalu didahului kata sepakat
antar kedua belah pihak, sedangkan perbuatan yang ada dalam perbuatan melawan
hukum bukanlah perbuatan yang didasarkan pada kata sepakat. Ratio decidendi Putusan
MARI No. 791 K/Sip/1972 Tanggal 26 Februari 1973, menurut penulis telah sesuai
dengan hukum positif yang berlaku pada waktu kasus itu diangkat ke pengadilan.
Saran dari penulis skripsi adalah, agar dwangsom dibuatkan peraturan perundangundangan
yang berdiri sendiri. Saran yang kedua, penulis menyarankan agar setiap
perjanjian dibuat dengan teliti dan hati-hati agar tidak ada sengketa yang tidak perlu dan
membuang-buang waktu dan uang. Saran yang ketiga, di sini penulis juga ingin
mengingatkan dan menyarankan apabila ingin menyertakan dwangsom didalam sebuah
gugatan haruslah hati-hati dan teliti karena akan sangat fatal bila salah dalam menerapkan
dwangsom dalam sebuah gugatan | en_US |