Show simple item record

dc.contributor.authorWiwik Himawati
dc.date.accessioned2014-01-22T23:59:21Z
dc.date.available2014-01-22T23:59:21Z
dc.date.issued2014-01-22
dc.identifier.nimNIM050910201195
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/21484
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui modal sosial yang terjadi pada kelompok PKL Simpang Tiga Tukum Kabupaten Lumajang yang terkena imbas relokasi karena adanya Perda Relokasi No 08 Tahun 2006. Selain itu penelitian ini juga untuk membahas pemanfaatan modal sosial yang dilakukan oleh LSM GMBI dalam kebijakan relokasi PKL. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan lokasi penelitian di PKL Simpang Tiga Tukum Kabupaten Lumajang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh yang terlibat selama proses relokasi, baik dari kalangan PKL, kalangan LSM, maupun dari kalangan pemerintah Kabupaten Lumajang. Modal sosial merupakan satu kesatuan unsur yang menjadi kekuatan suatu kelompok agar dapat mewujudkan cita-cita bersama. Unsur-unsur tersebut terdiri dari jaringan, kepercayaan, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Para PKL tersebut yang semula menempati area alun-alun dan sekitarnya diharuskan untuk pindah ke tempat relokasi sementara yang ada di halaman Stadion Semeru Lumajang karena tempat relokasi belum tersedia. PKL sempat terpecah menjadi dua karena ada sebagian kelompok yang menolak untuk direlokasi. Sebagian kelompok PKL yang pada awalnya menolak untuk direlokasi ini kemudian meminta bantuan kepada LSM GMBI yang merupakan salah satu LSM vokal yang ada di Kabupaten Lumajang. Berkat pendampingan dari LSM GMBI ini, baik melalui jalan demo, hearing, ataupun aksi lainnya para PKL telah beberapa kali berhasil mengalahkan kebijakan pemerintah dengan kembali berjualan di alun-alun. Namun, PKL juga sempat lama tidak dapat berjualan karena pemerintah sempat menutup alun-alun dengan pagar “sesek”. Pada saat seperti itu, para PKL menerima untuk direlokasi ke tempat baru yang telah disediakan pemerintah yaitu ARTAGAMA. Namun, ternyata tempat tersebut tidak dapat menampung seluruh PKL yang ada. LSM GMBI kemudian membantu para PKL untuk menemukan tempat baru yang berada di halaman depan Perumahan Tukum Indah yang merupakan bekas Sub Terminal MPU Tukum dipilih sebagai tempat baru PKL yang tidak tertampung di ARTAGAMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial para PKL mulai berkembang setelah LSM GMBI melakukan pendampingan. Semangat kebersamaan mereka dan modal sosial yang ada, telah beberapa kali mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah, mereka sempat bertahan di lokasi yang dilarang oleh pemerintah selama beberapa waktu. Itu semua tidak akan terjadi tanpa kekompakan dan kerjasama mereka. Meskipun, sampai saat ini mereka masih belum berhasil “merebut” kembali lokasi Taman Mini. Hasil penelitian ini menunjukkan kenyataan bahwa menjadi pedagang kaki lima adalah satu-satunya mata pencaharian yang bisa mereka kerjakan di tengah himpitan ekonomi dan keterbatasan pendidikan. Modal sosial dan norma-norma yang ada di dalamnya adalah kunci bagi mereka untuk bisa bertahan hidup. Dalam konteks perencanaan pembangunan modal sosial adalah sumber daya masyarakat yang seharusnya dimanfaatkan oleh para perencana. Modal sosial sangat penting untuk dipertimbangkan di samping modal-modal yang lain agar pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050910201195;
dc.subjectLEMBAGA SWADAYA MASYARAKATen_US
dc.titleADVOKASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) GMBI TERHADAP PKL DALAM IMPLEMENTASI PERDA NO. 08 TAHUN 2006 TENTANG RELOKASI PKL DI KABUPATEN LUMAJANG (ANALISIS MODAL SOSIAL TERHADAP ISSU KEBIJAKAN PUBLIK)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record