ADVOKASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) GMBI TERHADAP PKL DALAM IMPLEMENTASI PERDA NO. 08 TAHUN 2006 TENTANG RELOKASI PKL DI KABUPATEN LUMAJANG (ANALISIS MODAL SOSIAL TERHADAP ISSU KEBIJAKAN PUBLIK)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui modal sosial yang terjadi pada
kelompok PKL Simpang Tiga Tukum Kabupaten Lumajang yang terkena imbas
relokasi karena adanya Perda Relokasi No 08 Tahun 2006. Selain itu penelitian ini
juga untuk membahas pemanfaatan modal sosial yang dilakukan oleh LSM GMBI
dalam kebijakan relokasi PKL. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan lokasi
penelitian di PKL Simpang Tiga Tukum Kabupaten Lumajang. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara dokumentasi, studi pustaka, dan wawancara mendalam
dengan sejumlah tokoh yang terlibat selama proses relokasi, baik dari kalangan PKL,
kalangan LSM, maupun dari kalangan pemerintah Kabupaten Lumajang.
Modal sosial merupakan satu kesatuan unsur yang menjadi kekuatan suatu
kelompok agar dapat mewujudkan cita-cita bersama. Unsur-unsur tersebut terdiri dari
jaringan, kepercayaan, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat
tersebut. Para PKL tersebut yang semula menempati area alun-alun dan sekitarnya
diharuskan untuk pindah ke tempat relokasi sementara yang ada di halaman Stadion
Semeru Lumajang karena tempat relokasi belum tersedia. PKL sempat terpecah
menjadi dua karena ada sebagian kelompok yang menolak untuk direlokasi. Sebagian
kelompok PKL yang pada awalnya menolak untuk direlokasi ini kemudian meminta
bantuan kepada LSM GMBI yang merupakan salah satu LSM vokal yang ada di
Kabupaten Lumajang. Berkat pendampingan dari LSM GMBI ini, baik melalui jalan
demo, hearing, ataupun aksi lainnya para PKL telah beberapa kali berhasil
mengalahkan kebijakan pemerintah dengan kembali berjualan di alun-alun. Namun,
PKL juga sempat lama tidak dapat berjualan karena pemerintah sempat menutup
alun-alun dengan pagar “sesek”. Pada saat seperti itu, para PKL menerima untuk
direlokasi ke tempat baru yang telah disediakan pemerintah yaitu ARTAGAMA.
Namun, ternyata tempat tersebut tidak dapat menampung seluruh PKL yang ada.
LSM GMBI kemudian membantu para PKL untuk menemukan tempat baru yang
berada di halaman depan Perumahan Tukum Indah yang merupakan bekas Sub
Terminal MPU Tukum dipilih sebagai tempat baru PKL yang tidak tertampung di
ARTAGAMA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial para PKL mulai
berkembang setelah LSM GMBI melakukan pendampingan. Semangat kebersamaan
mereka dan modal sosial yang ada, telah beberapa kali mampu mempengaruhi
kebijakan pemerintah, mereka sempat bertahan di lokasi yang dilarang oleh
pemerintah selama beberapa waktu. Itu semua tidak akan terjadi tanpa kekompakan
dan kerjasama mereka. Meskipun, sampai saat ini mereka masih belum berhasil
“merebut” kembali lokasi Taman Mini.
Hasil penelitian ini menunjukkan kenyataan bahwa menjadi pedagang kaki
lima adalah satu-satunya mata pencaharian yang bisa mereka kerjakan di tengah
himpitan ekonomi dan keterbatasan pendidikan. Modal sosial dan norma-norma yang
ada di dalamnya adalah kunci bagi mereka untuk bisa bertahan hidup. Dalam konteks
perencanaan pembangunan modal sosial adalah sumber daya masyarakat yang
seharusnya dimanfaatkan oleh para perencana. Modal sosial sangat penting untuk
dipertimbangkan di samping modal-modal yang lain agar pembangunan dapat
berjalan efektif dan efisien.