dc.description.abstract | Secara umum tindak pidana perkosaan adalah suatu usaha untuk
melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap
perempuan dengan cara yang telah melanggar menurut moral dan hukum. Tindak
pidana perkosaan sendiri diatur di dalam hukum pidana positif kita yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak (UUPA). Berdasarkan fakta yang ada di
masyarakat bahwa korban tindak pidana perkosaan yang paling banyak adalah
anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Walaupun dalam UUPA telah diatur
tentang perlindungan hukum secara langsung maupun secara tidak langsung
terhadap korban tindak pidana perkosaan tapi pada kenyataannya sulit untuk
diwujudkan karena aparat penegak hukum cenderung menggunakan perlindungan
hukum secara tidak langsung yang berupa pemidanaan terhadap pelaku tindak
pidana perkosaan daripada menggunakan kedua-duanya. Rumusan masalah
sebagai berikut: pertama, Apakah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
perkosaan dalam Putusan PN Mandailing Natal no:42/Pid.B/2009/PN.Mdl sudah
memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban?. Kedua, Apa
bentuk perlindungan hukum yang belum diterapkan terhadap anak sebagai korban
tindak pidana perkosaan (Putusan PN Mandailing Natal
No:42/Pid.B/2009/PN.Mdl) menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002?.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah Pertama, Untuk menganalisis
keterkaitan antara pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan dengan
upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana perkosaan
(Putusan PN Mandailing Natal nomor: 42/Pid.B/2009/PN.Mdl). dan, Kedua,
Untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum yang belum diterapkan terhadap
anak sebagai korban tindak pidana perkosaan menurut Undang-Undang Nomor
23 tahun 2002.
Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif,
dengan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undangundang
(statute
approach).
Sumber
bahan
hukum
yang
digunakan
meliputi
bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisa bahan
hukum sebagai langkah terakhir.
Kesimpulannya bahwa Pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual
(perkosaan) yang berupa penjatuhan pidana penjara dan pidana denda secara
kumulatif, 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) Subsidier 2 (dua) bulan kurungan dalam putusan PN Mandailing Natal
no:42/Pid.B/2009/PN.Mdl merupakan bentuk perlindungan hukum secara tidak
langsung terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual (perkosaan). Dan,
bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual
(perkosaan) dalam putusan PN Mandailing Natal no:42/Pid.B/2009/PN.Mdl yang
menurut UU nomor 23 Tahun 2002 belum diterapkan adalah pendampingan
(diatur dalam Pasal 64 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak) yang bertujuan untuk memulihkan trauma yang dialami oleh korban
kekerasan seksual (perkosaan) agar bisa menjalani kehidupan normalnya kembali. | en_US |