KEDUDUKAN UTANG PIUTANG DALAM PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA ATAS HARTA BERSAMA DALAM HAL PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN
Abstract
Harta kekayaan dalam perkawinan merupakan suatu akibat yang lahir dari
adanya perkawinan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan
unifikasi dari aturan-aturan yang mengatur masalah perkawinan ternyata belum
memberikan aturan yang jelas dan mencerminkan kepastian hukum mengenai
masalah harta kekayaan dalam keluarga apabila terjadi perceraian antara suamiistri..
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan
membahasnya lebih lanjut dalam skripsi dengan judul : “KEDUDUKAN
UTANG PIUTANG DALAM PERKAWINAN TERHADAP PIHAK
KETIGA ATAS HARTA BERSAMA DALAM HAL PUTUSNYA
PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN”.
Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah mengenai hak dan kewajiban
suami-istri atas harta bersama terkait utang-piutang terhadap pihak ketiga bila
terjadi perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kitab Undangundang
Hukum Perdata, dan Kompilasi Hukum Islam; dan mengenai kedudukan
utang-piutang dalam perkawinan terhadap pihak ketiga atas harta bersama suami
istri dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan Kompilasi
Hukum Islam.
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu untuk memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan pokok guna mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas
Jember, dan memberikan sumbangan pemikiran. Tujuan khususnya yaitu untuk
mengkaji dan menganalisis permasalahan dalam skripsi ini sehingga dapat
menghadirkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.
Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan
undang-undang (statue approach) dengan penggunaan bahan hukum primer yaitu
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam, dan bahan
xiii
hukum sekunder serta bahan non hukum berupa buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah, kamus, makalah dan internet.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, Mengenai hak dan
kewajiban suami-istri atas utang-piutang terhadap pihak ketiga, menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu hokum yang digunakan adalah
hokum saat mereka mengikatkan diri dalam perkawinan; menurut Kitab Undangundang
Hukum Perdata yaitu terhadap piutang yang ada akan digabung dengan
harta persatuan dan dibagi dua antara suami dan istri, sedangkan terhadap
kewajiban dalam pelunasan utang dapat dibuat suatu rumusan antara lain sebelum
harta persatuan dipecah, setelah harta persatuan dipecah dan hak pelepasan harta
persatuan oleh istri; sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu dengan
tidak adanya syirkah antara suami dan istri, keuntungan dari piutang maupun
beban dari utang yang keluar dari harta masing-masing akan menjadi milik
masing-masing suami atau istri tersebut. Kedua, Mengenai kedudukan utangpiutang
suami-istri terhadap pihak ketiga dalam hal putusnya perkawinan karena
perceraian. Perceraian antara suami dan istri dalam suatu perkawinan tidaklah
serta merta menghapus perikatan utang piutang antara suami-istri dengan pihak
ketiga. Hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian dan perikatan tunduk kepada
hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya
buku ketiga tentang perikatan. Mengenai hapusnya perikatan diatur dalam Pasal
1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Saran dalam skripsi ini adalah Pertama, calon suami istri yang akan
melangsungkan perkawinan, sebaiknya membuat perjanjian perkawinan antara
mereka untuk memberikan aturan yang jelas bagi suami dan istri dibidang harta
kekayaan dalam perkawinan Kedua, guna tercapainya unifikasi hukum dalam
Negara Indonesia, maka pembentuk perundang-undangan perlu melakukan
evaluasi dan revisi terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, atau
setidaknya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai pelaksana
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, agar mengenai bidang harta kekayaan
dalam perkawinan memiliki satu aturan yang jelas dan pasti dan dimungkinkan
hanya ada satu aturan yang digunakan dalam bidang harta kekayaan dalam suatu
perkawinan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]